Hikmah Kisah-Kisah dalam Al Qur’an
Pertama: Kisah-kisah para Nabi dan Rasul, dan apa saja yang terjadi antara mereka dengan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang kafir.
Kedua:Kedua:Kedua: Kisah-kisah sejumlah orang atau kelompok. Terdapat beberapa peristiwa yang mengandung pelajaran dari apa yang mereka alami. Allah Ta’ala menceritakan kisah mereka, seperti kisah Maryam, Luqman, seorang yang melewati sebuah kampung yang telah kosong dari penghuninya, Dzulqarnain, Qaaruun, pemuda Al-Kahfi, tentara gajah, orang-orang yang dilemparkan ke dalam parit api dan kisah-kisah lainnya.
Ketiga:Ketiga:Ketiga: Kisah-kisah yang terjadi pada zaman Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, misalnya kisah perang Badar, Uhud, Ahzab, Bani Quraizhah, Bani Nadhir, kisah Zaid bin Haritsah, Abu Lahab dan lain-lainnya.
Ada hikmah yang sangat banyak dan besar di balik kisah-kisah di dalam Al Qur’an tersebut, di antaranya: Ada hikmah yang sangat banyak dan besar di balik kisah-kisah di dalam Al Qur’an tersebut, di antaranya: Ada hikmah yang sangat banyak dan besar di balik kisah-kisah di dalam Al Qur’an tersebut, di antaranya: Hikmah pengulangan tersebut adalah sebagai berikut:
- Penjelasan tentang urgensi kisah tersebut. Karena pengulangannya menunjukkan bahwa kisah tersebut penting.
- Penegasan kisah tersebut, agar lebih meresap ke dalam hati manusia.
- Melihat kondisi zaman dan keadaan manusia pada saat itu. Oleh sebab itu, kisah-kisah dalam surat Makkiyah biasanya lebih keras dan lebih ringkas. Sementara kisah-kisah dalam surat-surat Madaniyah sebaliknya, lebih lembut dan lebih panjang.
- Keterangan tentang indahnya balaghah Al Qur’an yang mampu menghadirkan kisah tersebut dalam bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan situasi dan keadaannya.
- Menunjukkan kebenaran Al Qur’an dan menunjukkan bahwa Al Qur’an berasal dari sisi Allah Ta’ala, di mana kisah-kisah tersebut dihadirkan dalam bentuk yang berbeda-beda tanpa terdapat kontroversi di dalamnya.
Kisah-kisah dalam Al Qur’an terbagi menjadi tiga macam:
1. Penjelasan tentang kebijaksanaan Allah Ta’ala yang terkandung dalam
kisah-kisah tersebut. Dasarnya adalah firman Allah Ta’ala yang artinya: “Dan sesungguhnya telah
datang kepada mereka beberapa kisah yang di dalamnya terdapat cegahan (dari
kekafiran), itulah suatu hikmah yang sempurna maka peringatan-peringatan itu
tidak berguna (bagi mereka).” (Q.S. Al Qamar: 4-5)
1. Penjelasan tentang kemahaadilan Allah yang menjatuhkan hukuman
bagi orang-orang yang mendustakan. Dasarnya adalah firman Allah Ta’ala berkenaan dengan
orang-orang yang mendustakan: “Dan Kami tidaklah menganiaya mereka tetapi merekalah yang
menganiaya diri mereka sendiri, karena itu tiadalah bermanfaat sedikitpun
kepada mereka sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah, di waktu azab
Rabb-mu datang.” (Q.S. Huud: 101)
1. Penjelasan tentang karunia Allah yang memberi balasan baik bagi
orang-orang yang beriman. Berdasarkan firman Allah Ta’ala yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah
menghembuskan kepada mereka angin yang membawa batu-batu (yang menimpa mereka),
kecuali keluarga Luth. Mereka Kami selamatkan sebelum fajar menyingsing,
sebagai nikmat dari Kami. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang
yang bersyukur.” (Q.S. Al Qamar: 34-35)
1. Hiburan bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atas penderitaan yang
beliau alami karena gangguan orang-orang yang mendustakan beliau. Dasarnya
adalah firman Allah Ta’ala yang artinya: “Dan jika mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya orang-orang
yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasul-Nya); kepada mereka telah
datang rasul-rasul-Nya dengan membawa mu’jizat yang nyata, zubur, dan kitab
yang memberi penjelasan yang sempurna. Kemudian Aku azab orang-orang yang
kafir; maka (lihatlah) bagaimana (hebatnya) akibat kemurkaan-Ku.” (Q.S. Faathir: 25-26)
1. Motivasi bagi kaum mukminin agar istiqamah di atas keimanan dan
untuk meningkatkannya. Karena mereka mengetahui keselamatan orang-orang mukmin
terdahulu dan kemenangan yang diraih oleh orang-orang yang diperintahkan untuk
berjihad. Dasarnya adalah firman Allah Ta’ala yang artinya: “Maka Kami telah
memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah
Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (Q.S. Al Anbiyaa’: 88)
1. “Dan Sesungguhnya Kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang
rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa
keterangan-keterangan (yang cukup), lalu Kami melakukan pembalasan terhadap
orang-orang yang berdosa. Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang
yang beriman.” (Q.S. Ar Ruum: 47)
1. Ancaman bagi orang-orang kafir supaya tidak melestarikan
kekafirannya. Dasarnya adalah firman Allah Ta’ala yang artinya: “Maka apakah mereka tidak
mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereka dapat memperhatikan
bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka; Allah telah menimpakan
kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat)
seperti itu.” (Q.S. Muhammad: 10)
1. Bukti atas kebenaran risalah yang dibawa Rasulullah shallallahu ‘alahi wa
sallam, karena hanya Allah sajalah yang mengetahui
kisah umat-umat terdahulu tersebut. Dasarnya adalah firman Allah Ta’ala yang artinya: “Itu adalah di antara
berita-berita penting tentang yang ghaib yang Kami wahyukan kepadamu
(Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum
ini.” (Q.S. Huud: 49)
1. “Belumkah sampai kepadamu berita orang-orang sebelum kamu (yaitu)
kaum Nuh, ‘Ad, Tsamud dan orang-orang sesudah mereka. Tidak ada yang mengetahui
mereka selain Allah.” (Q.S. Ibrahim: 9)
Di antara kisah-kisah tersebut ada yang hanya disebutkan sekali
saja, seperti kisah Luqman dan pemuda Al-Kahfi, dan ada yang disebutkan
berulang kali, menurut keperluan dan mashlahatnya. Pengulangan itu tidaklah
dalam bentuk yang sama. Namun berbeda-beda bentuknya, kadang panjang, kadang
pendek, kadang lembut dan kadang keras, kadang disebutkan beberapa bagian dari
kisah tersebut di satu tempat dan tidak disebutkan di tempat lainnya.
PENDAHULUAN
|
Al-Qur’an merupakan Huda
(petunjuk) bagi manusia, artinya ajaran yang disampaikannya merupakan pesan
dan nasihat-nasihat sehingga menjadi suatu kesatuan yang tidak terpisahkan
dalam membentuk pribadi manusia dari dahulu sampai dengan sekarang.
Kisah-kisah dalam Al-qur’an itu sarat sekali dengan pesan dan nasihat, baik
secara tekstual maupun konteksual. Dalam menyampaikan pesan dan
nasihat-nasihat-nya, tidak selalu disampaikan dengan jelas dan gamblang,
kadang penyampaiannya berupa sebuah kisah yang harus dikaji terlebih dahulu
atau dianalogkan dengan kejadian saat ini.
Fenomena kisah-kisah
dalam Al-Qur’an yang diyakini kebenarannya sangat erat kaitannya dengan
sejarah.
Menurut As-Suyuthi,
kisah dalam al-Qur’an sama sekali tidak dimaksudkan untuk mengingkari sejarah,
lantaran sejarah dianggap salah dan membahayakan Al-Qur’an. Kisah-kisah dalam
Al-Qur’an merupakan petikan-petikan dari sejarah sebagai pelajaran kepada
ummat manusia dan bagaimana mereka menarik manfaat dari peristiwa-peristiwa
sejarah. Hal ini dapat dilihat bagaimana Al-Qur’an secara eksplisit berbicara
tentang pentingnya sejarah, sebagaimana tercantum dalam surat Ali Imran ayat
140 :
“Dan masa( kejayaan dan
kehancuran) itu, Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat
pelajaran).”
Muhammad Iqbal menyatakan, “Al-Qur’an dalam memperbincangkan kisah ini
yang bersifat historis, hampir selamanya ia bertujuan hendak memberikan suatu
pengertian moral atau filosofis yang sifatnya universal.
QASHASHUL QUR’AN
(KISAH-KISAH AL-QUR’AN)
A.
Pengertian Qashash (Kisah)
Dari segi bahasa al-qashash atau al-qish-shotu yang
berarti cerita ia semakna dengan tatabbu’ul atsar, yaitu
pengulangan kembali masa lalu.
Dari segi istilah, kisah
berarti berita-berita mengenai suatu permasalahan dalam masa-masa yang saling
berurut-urut. Qashash Al-Qur’an adalah pemberitaan mengenai ihwal ummat yang
telah lalu, nubuwwat (kenabian) yang terdahulu dan
peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.
B.
Macam-macam Kisah dalam Al-Qur’an
Ada tiga macam kisah yang
terdapat dalam Al-Qur’an, yaitu :
1. Kisah
Para Nabi terdahulu. Kisah ini mengandung informasi mengenai dakwah mereka
kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya, sikap
orang-orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan perkembangannya
serta akibat-akibat yang diterima oleh mereka yang mempercayai dan golongan
yang menentang dan mendustakannya. Misalnya kisah nabi Nuh, Ibrahim, Musa,
Harun dan Isa.
2. Kisah-kisah
yang menyangkut pribadi-pribadi dan golongan-golongan dengan segala kejadiannya
yang di nukil oleh Allah untuk dijadikan pelajaran, seperti kisahMaryam,
Lukman, Dzulqarnain, Qarun dan Ash-habul Kahfi.
3. Kisah-kisah
yang menyangkut peristiwa-peristiwa pada masa Rasulullah SAW, seperti perang
Badar, perang Uhud, perang Ahzab, Bani Quraizah, Bani Nadzir dan Zaid bin
Haritsah dengan Abu Lahab.
C.
Karakteristik Kisah dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an tidak
menceritakan kejadian dan peristiwa-peristiwa secara berurutan (kronologis)
dan tidak pula memaparkan kisah-kisah itu secara panjang lebar. Al-Qur’an
juga mengandung berbagai kisah yang diungkapkan berulang-ulang di beberapa
tempat. Sebuah kisah terkadang berulang kali disebutkan disebutkan dalam
Al-Qur’an dan dikemukakan dalam berbagai bentuk yang berbeda. Disatu tempat
ada bagian-bagian yang didahulukan, sedang ditempat lain diakhirkan. Demikian
pula terkadang dikemukakan secara ringkas dan kadang secara panjang lebar.
Hal ini menimbulkan perdebatan dikalangan orang-orang yang meyakini dan
orang-orang yang menentang dan meragukan Al-Qur’an. Mereka yang meragukan
seringkali mempertanyakan, mengapa kisah-kisah tersebut tidak tersusun secara
kronologis dan sistematis, sehingga lebih mudah dipahami.
Menurut Manna’Khalil
Al-Qaththan, bahwa penyajian kisah-kisah dalam Al-Qur’an yang demikian itu
mengandung beberapa hikmah, diantaranya :
Pertama
Menjelaskan Balaghah
Al-Qur’an dalam tingkat paling tinggi. Kisah yang berulang itu dikemukakan
disetiap tempat dengan ushlub yang berbeda satu dengan yang lain serta
dituangkan dalam pola yang berlainan pula, sehingga tidak membuat orang
merasa bosan, bahkan dapat menambah kedalam jiwanya makna-makna baru yang
tidak di dapatkan di saat membacanya di tempat yang lain.
Kedua
Menunjukan kehebatan
Al-Qur’an, sebab mengemukakan sesuatu makna dalam berbagai bentuk susunan
kalimat dimana salah satu bentukpun tidak di tandingi oleh sastrawan Arab,
merupakan dahsyah dan bukti bahwa Al-Qur’an itu murni datangnya dari Allah
SWT.
Ketiga
Mengundang perhatian yang
besar terhadap kisah tersebut agar pesan-pesannya lebih mantap dan melekat
dalam jiwa. Hal ini karena pengulangan merupakan salah satu cara pengukuhan
dan tanda betapa besarnya perhatian Al-Qur’an terhadap masalah tersebut.
Misalnya kisah Nabi Musa dengan Fir’aun. Kisah ini mengisahkan
pergulatan sengit antara kebenaran dan kebathilan.
Keempat
Penyajian seperti itu
menunjukan perbedaan tujuan yang karenanya kisah itu di ungkapkan. Sebagian
dari makna-maknanya diterangkan di suatu tempat, karena hanya itulah yang
diperlukan, sedangkan makna-makna lainnya dikemukakan di tempat lain, sesuai
dengan keadaan.
D.
Tujuan Kisah dalam Al-Qur’an
Cerita dalam Al-Qur’an
bukanlah suatu gubahan yang hanya bernilai sastra saja akan tetapi cerita
dalam Al-Qur’an merupakan salah satu media untuk mewujudkan tujuan aslinya.
Bagaimanapun juga Al-Qur’an adalah kitab dakwah dan kitab yang meyakinkan
objeknya.
Kisah-kisah dalam
Al-Qur’an secara umum bertujuan kebenaran dan semata-mata tujuan keagamaan.
Jika di lihat dari keseluruhan kisah yang ada maka tujuan-tujuan tersebut
dapat dirinci sebagai berikut :
Pertama
Salah satu tujuan cerita
itu ialah menetapkan adanya wahyu dan ke-Rasulan. Dalam Al-Qur’an tujuan ini
diterangkan dengan jelas diantaranya dalam Q.S. 12 : 2-3
“Sesungguhnya Kami
menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.
Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur’an
ini kepadamu dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan) nya termasuk
orang-orang yang belum mengetahui” (Q.S. Yusuf : 2-3)
Dan Q.S. 28 :
3. Sebelum mengutarakan cerita Nabi Musa, lebih dahulu Al-Qur’an
menegaskan :
“Kami membacakan kepadamu
sebagian dari kisah Musa dan Fir’aun dengan sebenarnya untuk orang-orang yang
beriman”(Q.S. Al-Qashash : 3).
Dalam Q.S. 3 : 44,
pada permulaan diceritakan Maryam disebutkan :
“Itulah berita yang
ghaib, yang Kami wahyukan kepadamu.”9(Q.S. Ali Imran :
3)
Kedua
Menerangkan bahwa agama
dari Allah, dari masa Nabi Nuh sampai dengan masa Nabi Muhammad SAW, bahwa
kaum muslimin semuanya merupakan satu ummat, bahwa Allah yang Maha Esa adalah
Tuhan bagi semuanya (Q.S. 21 : 51 – 92)
Ketiga
Menerangkan bahwa agama
itu semua dasarnya satu dan itu semuanya dari Tuhan Yang Maha Esa (Q.S.
7 : 59)
“Sesungguhnya Kami telah
mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata : “Wahai kaumku senbahlah Allah,
sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya. “Sesungguhnya (kalu kamu tidak
menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab yang besar (hari
kiamat).”(Q.S. Al-A’raf : 59)
Keempat
Menerangkan bahwa cara
yang ditempuh oleh Nabi-nabi dalam berdakwah itu satu dan sambutan kaum
mereka terhadap dakwahnya itu juga serupa (Q.S. Hud : 17)
“Sesungguhnya (Al-Qur’an)
itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.”
Kelima
Menerangkan dasar yang
sama antara agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad dengan agama Nabi Ibrahim
As, secara khusus, dengan agama-agama bangsa-bangsa Israil pada umumnya dan
menerangkan bahwa hubungan ini lebih erat daripada hubungan yang umum antara semua
agama. Keterangan ini berulang-ulang disebutkan dalam cerita Nabi Ibrahim,
Musa dan Isa AS.
E.
Relevansi Kisah dengan Sejarah
Kisah-kisah dalam
Al-Qur’an merupakan karya seni yang tunduk kepada daya cipta dan kreatifitas
yang dipatuhi oleh seni, tanpa harus memeganginya sebagai kebenaran sejarah.
Ia sejalan dengan kisah seorang sastrawan yang mengisahkan suatu peristiwa
secara artistik. Bahwa Al-Qur’an telah menciptakan beberapa kisah dan
ulama-ulama terdahulu telah berbuat salah dengan menganggap kisah Qur’ani ini
sebagai sejarah yang dapat dipegangi.
Kisah-kisah yang ada
dalam Al-Qur’an tentu saja tidak dapat dianggap semata-mata sebagai dongeng,
apalagi Al-Qur’an adalah kitab suci yang berbeda dengan bacaan lainnya.
Memang sering timbul perdebatan, apakah kisah-kisah tersebut
benar-benar memiliki landasan historis atau sebaliknya ?, sebagai kisah yang
historis sejauh manakah posisi Al-Qur’an dalam memandang sejarah sebagai
suatu realitas ?
Sebagai kitab suci,
Al-Qur’an bukanlah kitab sejarah sehingga tidak adil jika Al-Qur’an dianggap
mandul hanya karena kisah-kisah yang ada didalamnya tidak dipaparkan secara
gamblang. Akan tetapi berbeda dengan cerita fiksi,
kisah-kisah tersebut tidak didasarkan pada khayalan yang jauh dari realitas.
Melalui studi yang
mendalam, diantaranya kisahnya dapat ditelusuri akar sejarahnya, misalnya
situs-situs sejarah bangsa Iran yang di identifikasikan sebagai bangsa ‘Ad dalam
kisah Al-Qur’an, Al-Mu’tafikat yang di
identifikasikan sebagai kota-kota palin, Sodom dan Gomorah yang
merupakan kota-kota wilayah Nabi Luth.
Kemudian berdasarkan
penemuan-penemuan modern, mummi Ramses II di sinyalir sebagai Fir’aun yang
dikisahkan dalam Al-Qur’an. Disamping itu memang terdapat kisah-kisah yang
tampaknya sulit untuk di deteksi sisi historisnya, misalnya peristiwa Isra’
Mi’rajdan kisah Ratu Saba. Karena itu sering di sinyalir
bahwa kisah-kisah dalam Al-Qur’an itu ada yang historis ada juga yang
a-historis.
Meskipun demikian,
pengetahuan sejarah adalah sangat kabur dan penemuan-penemuan arkeologi
sangat sedikit untuk dijadikan bahan penyelidikan menurut kacamata
pengetahuan modern, misalnya mengenai raja-raja Israil yang dinyatakan dalam
Al-Qur’an.
Karena itu sejarah serta
pengetahuan lainnya tidak lebih merupakan sarana untuk mempermudah usaha
untuk memahami Al-Qur’an.
KESIMPULAN
1. Kisah-kisah
dalam Al-Qur’an itu memiliki realitas yang diyakini kebenarannya, termasuk
peristiwa yang ada di dalamnya. Ia bagian dari ayat-ayat yang di turunkan
dari sisi yang Maha Tahu dan Maha Bijaksana.
2. Kisah-kisah
dalam Al-Qur’an dimaksudkan sebagai sarana untuk mewujudkan tujuannya yang
asli yaitu tujuan keagamaan yang menyiratkan adanya kebenaran, pelajaran dan
peringatan.
3. Al-Qur’an
tidak menceritakan kejadian dan peristiwa secara kronologis dan tidak
memaparkannya secara terperinci. Hal ini dimaksudkan sebagai peringatan
tentang berlakunya hukum Allah dalam kehidupan sosial serta pengaruhnya baik
dan buruk dalam kehidupan manusia.
4. Sebagian
kisah dalam Al-Qur’an merupakan petikan sejarah yang bukan berarti menyalahi
sejarah, karena pengetahuan sejarah adalah sangat kabur dan penemuan-penemuan
arkeologi sangat sedikit untuk mengungkap kisah-kisah dalam Al-Qur’an, dalam
kerangka pengetahuan modern.
|
\
Tidak ada komentar:
Posting Komentar