Senin, 15 Desember 2014

Makalah Menejemen; MANAJEMEN PEMBELAJARAN DALAM INSTITUSI PENDIDIKAN ISLAM



MANAJEMEN PEMBELAJARAN DALAM INSTITUSI PENDIDIKAN ISLAM

A.    PEMDAHULUAN
Pada akhir-akhir ini, manajemen sebagai salah satu disiplin ilmu popular sehingga banyak kajian yang memfokuskan pembahasannya pada menejemenihan, baik yang berupa seminar, pelatihan, kuliah maupun pembukaan program studi. Program studi mnajemen meliputi manajemen ekonomi, manajemen sumber daya manusia, dan tak ketinggalan manajemen pendidikan. Dalam perkembangannya, manajemen telah diimplementasikan dalam berbagai persoalan yang bersifat bathiniyah, seperti manajemen qalbu.

Menurut Made Pidarta, manajemen sekolah sangat berbeda dengan manajemen bisnis dan merupakan bagian dari manajemen Negara. Hal ini jelas berbeda karena perbedaan objek. Kalau manajemen Negara mengejar kesuksesan program pembangunan, maka manajemen sekolah mengejar kesuksesan perkembangan anak manusia melalui pelayanan-pelayanan pendidikan yang memadai.[1]
Kesamaan manajemen baik dalam dunia bisnis, Negara, maupun pendidikan, manajemen memiliki peran penting untuk mengantarkan kemajuan organisasi. Menurut Nanang Fattah, teori manajemen mempunyai peran (role) atau membantu menjelaskan prilaku organisasi yang berkaitan dengan motivasi, produktivitas, dan kepuasan (satisfaction).[2] Dengan demikian, manajemen merupakan faktor dominan dalam kemajuan organisasi. Oleh karenanya, manajemen mendapat perhatian yang semakin serius baik di kalangan pakar maupun praktisi.
Hal itu meliputi fungsi-fungsi manajemen kepala sekolah, manajemen kurikulum/pembelajaran, dan interaksi warga sekolah, baik interaksi antara sekolah dan masyarakat, interaksi dalm sekolah dank e;as itu sendiri, dan yang lebih penting adalah bagaimana agar produk sekolah sesuai dengan kebutuhan stakeholders.
Implementasi manajemen pendidikan islam, sampai saat ini masih mengalami kendala yang berarti. Hal ini terjadi di sebabkan karena belum familiarnya konsep-konsep manajemen pendidikan pada institusi-institusi pendidikan islam. Tidaklah mudah menerapkan inovasi manajemen dalam waktu yang singkat, namun fenomena yang terlihat menunjukkan bahwa keinginan untuk melakukan perubahan di sektor manajemen persekolahan telah mempengaruhi system penyelenggaraan pendidikan di lingkungan institusi pendidikan islam.


PEMBAHASAN

A.    Konsep Dasar Manajemen Pembelajaran
1.      Pengertian Manajemen pembelajaran

Secara etomologis, kata manajemen (management) berarti, pimpinan, direksi dan pengurus, yang diambil dari kata kerja “manage” dalam bahasa perancis berarti tindakan membimbing atau memimpin. Sedangkan dalam bahasa latin, management berasal dari kata “managiere” terdiri dari dua kata yaitu manus dan agere. Manus Berarti tangan dan “agere” berarti melakukan atau melaksanakan.[3]
Menurut George R Terry, manajemen ialah : suatu proses tertentu, terdiri dari planning, organizing, actuating, controlling dengan menggunakan dengan menggunakan seni dan ilmu pengetahuan untuk setiap fungsi itu dan merupakan petunjuk dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan terlebih dahulu.[4]
Sedangkan pembelajaran secara etimologis berasal dari kata “instruction” atau disebut juga kegiatan intruktional (instructional activities) adalah usaha mengelola lingkungan dengan sengaja agar seseorang belajar berprilaku tertentu dalam kondisi tertentu. Kata “instruction” mempunyai pengertian yang lebih luas daripada pengajaran (teaching). Jika kata pengajaran ada dalam konteks guru-murid di kelas formal, ;pembelajaran (instruction) mencakup pula kegiatan belajar mengajar yang tidak mesti-dihadiri guru secara fisik. Oleh karena itu dalam instruction yang di tekankan adalah proses belajar, maka usaha-usaha terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri siswa disebut pembelajaran.[5]
Proses pembelajaran mengandung dua aktivitas yaitu belajar dan mengajar. Belajar sering di definisikan sebagai perubahan dalam perbuatan melalui aktivitas mengorganisasikan atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya sehingga menciptakan kesempatan bagi siswa untuk melakukan proses belajar-mengajar yang efektif.
Manajemen pembelajaran pada hakekatnya mempunyai pengertian yang hamper sama dengan manajemen pendidikan. Namun, ruang lingkup dan bidang kajian manajemen pembelajaran merupakan bagian dari manajemen sekolah dan juga merupakan ruang lingkup bidang kajian manajemen pendidikan.
Namun demikian, manajemen pendidikan mempunyai jangkauan yang lebih luas daripada manajemen sekolah dan manajemen pembelajaran. Dengan perkataan lain, manajemen pembelajaran merupakan elemen dari manajemen sekolah sedangkan manajemen sekolah merupakan bagian dari manajemen pendidikan, atau penerapan manajemen pendidikan dalam organisasi sekolah sebagai salah satu komponen dari system pendidikan yang berlaku.
Manajemen pembelajaran dapat didefinisikan sebagai usaha mengelola (me-menej) lingkungan belajar dengan sengaja agar seseorang belajar berprilaku tertentu dalam kondisi tertentu. Jadi, menajemen pembelajaran terbatas pada satu unsure manajemen sekolah saja, sedangkan manajemen pendidikan meliputi seluruh komponen system pendidikan, bahkan bisa menjangkau system yang lebih luas dan besar secara regional, nasional, bahkan internasional.[6]
Jadi proses pembelajaran adalah proses yang di dalamnya terdapat interaksi antara guru dengan siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar. Substansi-substansi pembelajaran terdiri dari guru, murid dan kurikulum yang menjadi acuan dalam proses pembelajaran tersebut.
Dalam proses manajemen pembelajaran, kita akan melihat bagaimana manajemen substansi-substansi proses belajar mengajar di suatu institusi pendidikan islam itu agar berjalan dengan tertib, lancer dan benar-benar terintegrasi dalam suatu system kerjasama untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

2.      Konsep dasar manajemen pembelajaran
Konsep dasar manajemen pembelajaran setidaknya ada tiga unsur pokok yang harus dikelola dalam rangka implementasi manajemen pendidikan pada institusi pendidikan islam, yaitu : manajemen kesiswaan, manajemen tenaga kependidikan, dan manajemen kurikulum dan program  pengajaran.




a.      Manajemen kesiswaan
Proses pembelajaran pada hakikatnya di arahkan untuk membelajarkan siswa/mahasiswa/santri telah resmi diterima di lembaga pendidikan islam, ada beberapa langkah yang perlu di tempuh, yaitu :
1.      Pengelompokan siswa/mahasiswa/santri secara homogeny atau heterogen
2.      Penentuan program belajar
3.      Penentuan strategi pembelajaran
4.      Pembinaan disiplin dan pertisipasi siswa dalam proses pembelajaran.
5.      Pembinaan kegiatan ekstrakurikuler, dan
6.      Penentuan kenaikan kelas dan/nilai prestasi belajar.[7]
Sehubungan dengan langkah-langkah itu, ada empat prinsip dasar dalam manajemen kesiswaan, yaitu sebagai berikut :
1.      Siswa harus diperlakukan sebagai subjek dan bukan sebagai objek.
2.      Kenyataan bahwa kondisi siswa sangat beragam baik dari segi fisik, intelektual, sosial ekonomi, minat dan sebagainya.
3.      Siswa hanya akan termotivasi belajar jika mereka menyukai apa yang di ajarkan.
4.      Pengembangan potensi siswa tidak hanya menyangkut ranah kognitif, tetapi juga ranah afektif dan psokomotorik.
Oleh karena itu, siswa seharusnya di berikan peran yang lebih aktif lagi dalam berbagai kegiatan sekolah. Mereka hendaknya di libatkan penuh dalam proses pembelajaran, bukan saja sebagai peserta, tetapi juga penggagas pelaksanaan kegiatan, sehingga guru dan siswa sama-sama menjadi subjek. Artinya, siswa diharapkan berperan aktif, berinisiatif dan berkreasi dalam proses pembelajaran di sekolah.

b.      Manajemen Tenaga Kependidikan
Guru adalah pendidik yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin.
Sejak adanya kehidupan ini, sejak itu pla guru telah melaksanakan pembelajaran, dan memang hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawabnya yang pertama dan utama. Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum di ketahuinya, membentuk kompetensi dan memahami materi standar yang di pelajari.[8]
Perkembangan teknologi mengubah peran guru dari pengajar yang bertugas menyampaikan materi pembelajaran menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar. Di samping itu, peserta didik dapat belajar dari berbagai sumber seperti radio, televise, film pembelajaran, bahkan program internet atau electronic learning (e-learning). Derasnya arus informasi serta cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memunculkan pertanyaan terhadap tugas utama guru yag disebut “mengajar” masih perlukah guru mengajar di kelas seorang diri, menginformasikan, menjelaskan, dan menerangkan?
Kegiatan peserta didik dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemamuan verbal, tingkat kebebasan, rasa aman, dan keterampilan guru dalam komunikasi. Jika faktor-faktor di atas dengan baik. Sehubungan dengan itu, sebagai orang yang bertugas menjelaskan sesuatu, guru harus berusaha membuat sesuatu menjadi jelas bagi peserta didik, dan berusaha lebih terampil dalm memecahkan masalah.
Untuk itu, terdapat beberapa hal yang perlu di lakukan guru dalam pembelajaran, sebagai berikut :
1.      Membuat ilustrasi : pada dasarmya ilustrasi menghubungkan sesuatu yang sedang di pelajari peserta didik dengan sesuatu yang telah di ketahuinya, dan pada waktu yang sama memberikan tambahan pengalaman kepada mereka.
2.      Mendefinisikan : meletakkan sesuatu ynag di pelajari secara jelas dan sederhana dengan menggunakan latihan dan pengalaman serta pengertian yang dimiliki oleh peserta didik.
3.      Menganalisis : membahas masalah yang telah dipelajari bagaian demi bagian
4.      Mensintesis : mengembalikan bagian-bagian yang telah di bahas ke dalam suatu konsep yang utuh sehingga memiliki arti, hubungan anatara bagian yang satu dengan yang lain Nampak jelas dan setiap masalah itu tetap berhbungan dengan keseluruhan yang lebih besar.
5.      Bertanya : mengajukan pertanyan-pertanyan yang berarti dan tajam agar apa yang di pelajri menjadi lebih jelas, seperti yang di lakukan Socrates.
6.      Merespon : mreaksi atau menanggapi pertanyaan peserta didik. Pembelajaran akan lebih efektif jika guru dapat merespon setiap pertanyaan peserta didik.
7.      Mendengarkan : memahami peserta didik dan berusaha menyederhanakan setiap masalah, serta membuat kesulitan Nampak jelas baik guru maupun peserta didik.
8.      Menciptakan kepercayaan ; peserta didik akan emberikan kepercayaan terhadap keberhadsilan guru dalam pembelajaran dan pembentukan kompetensi dasar.
9.      Memberikan pandangan yang bervariasi : melihat bahan yang di pelajari dari berbagai sudut pandang dan melihat masalah dalam kombinasi yang bervariasi.
10.  Menyediakan media untuk mengkaji materi standar : memberikan pengalaman yang bervariasi melalui media pembelajaran dan sumber belajar yang berhubungan dengan materi standar.
11.  Menyesuaikan metode pembelaran : menyesuaikan metode pembelajaran dengan kemampuan dan tingkat perkembangan peserta didik serta menghubungkan materi baru denga sesuatu yang telah di pelajari.
12.  Memberikan nada perasaan : membuat pemebelajaran lebih bermakna dan hidup melalui antusias dan semanagat.[9]

c.       Manajemen kurikulum
Dalam proses pembelajaran, komponen manajemen kurikulum sebagai program studi diartikan sebagai upaya pengelolaan seperangkat mata pelajaran yang harus di kuasai oleh guru dan mampu di pelajari oleh peserta didik di sekolah atau di instansi pendidikan lainnya.
Mengingat bahwa fungsi kurikulum dalam proses pembelajaran adalah sebagai alat untu mencapai tujuan pendidikan, maka hal ini berarti kurikulum memiliki bagian-bagaian penting dan penunjang yang dapat mendukung operasinya dengan baik. Bagian-bagian ini di sebut komponen yang saling berkaitan, berinteraksi dalam upaya mencapai tujuan.[10]
Menurut Ramayulis, komponen kurikulum itu meliputi :
1.      Tujuan yang ingin di capai meliputi : (1). Tujuan akhir (2) tujuan umum (3) tujuan khusus (4) tujuan sementara.
2.      Isi kurikulum. Berupa materi yang di program untuk mencapai tujuan pendikan yang telah di tetapkan. Materi tersebut di susun ke dalam silabus, dan dalam mengaplikasikannya di cantumkan pula dalam satuan pembelajaran dan rencana pembelajaran.
3.      Media (sarana dan prasarana) pembelajaran
4.      Media sebagai sarana perantara dalam pembelajaran untuk menjabarkan isi kurikulum agar lebih mudah di pahami oleh peserta didik.
5.      Strategi. Merujuk pada pendekatan dan metode serta teknik mengajar yang di gunakan. Dalam strategi termasuk juga komponen penunjang lainnya seperti (1) system administrasi (2) pelayanan BK (3) remedial (4) pengayaan dsb.
6.      Proses pembalajaran. Komponen ini sangat penting, sebab diharapkan melalui proses pembelajaran akan terjadi perubahan tingkah laku pada diri peserta didik sebagai I dikator keberhasilan pelaksanaan kurikulum. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran di tuntut sarana pembelajaran yang kondusif, sehingga memungkinkan dan mendorong kratifitas peserta didik dengan bantuan pendidik.
7.      Evaluasi. Dengan evaluasi (penilaian) dapat di ketahui cara pencapaian tujuan.[11]

B.     Perencanaan dan pengelolaan pembelajaran
1.      Pengertian perencanaan pembelajaran
Secara terminologis, perencanaan pembelajaran terdiri atas dua kata, yaitu kata perencanaan dan pembelajaran. Untuk memahami konsep dasar perencanaan pembelajaran, amarilah kita perhatikan pengertian di bawah ini.
Pertama, perencanaan yaitu pengambilan keputusan tentang apa yang harus di lakukan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, proses suatu perencanaan harus di mulai dari penetapan tujuan yang akan dicapai melalui analisis kebutuhan serta dokumen yang lengkap, kemudian menetapkan langkah-langkah yang harus di lakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Menurut Elly (1979), perencanaan itu pada dasarnya adalah suatu proses dan cara berpikir yang dapat membantu menciptakan hasil yang di harapkan.
Dari pendapat di atas, maka setiap perencanaan minimal harus memiliki empat unsure sebagai berikut :
1.      Adanya tujuan yang harus di capai.
2.      Adanya strategi untuk mencapai tujuan.
3.      Sumber daya yang dapat mendukung.
4.      Implementasi setiap keputuhan.[12]
Agar perencanan yang di susun itu dapat berfungsi sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran, maka dalam penyusunan perencanaan harus memperhatikan kriteria sebagai berikut :
a.       Signifikansi. Signifikansi (kebermaknaan/manfaat) artinya, perencanaan pembelajaran hendaknya bermakna/bermanfaat agar proses pembelajaran berjalan efektif dan efisien.
b.        Relevan (sesuai) nilai relevansi dalam perencanaan adalah bahwa perencanaan yang kita susun memiliki nilai kesesuaian baik internal maupun eksternal. Kesesuaian itu harus sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
c.       Kepastian. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, mungkin guru merasa banyak alternatif yang di gunakan. Namun, hendaknya guru menentukan alternative mana yang sesuai dan dapat di implementasikan.
d.      Adaptabilitas. Perencanaan pembelajaran yang di susun hendaknya bersifat lentur dan tidak kaku.
e.       Kesederhanan. Perencanaan pembelajaran yang di susun harus bersifat sederhana artinya mudah di terjemahkan dan mudah di implementasikan.
f.       Prediktif. Perencanaan pembelajaran yang baik harus memiliki daya ramal yang kuat, artinya perencanaan dapat menggambarkan “apa yang terjadi, seandainya……”daya ramal ini penting untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan terjadi, dengan demikian akan mudah untuk mengantisipasinya.
Kedua, pembelajaran dapat di artikan sebagai proses kerjasama antara guru dan siswa dalam memnfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik potensi yang bersumber yang ada dalam diri siswa itu sendiri seperti minat, bakat dan kemampuan dasar yang dimiliki termasuk mgaya belajar maupun potensi yang ada di uar siswa seperti lingkungan, sarana dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu.[13]

2.      Pengelolaan pembelajaran
Seperti telah di kemukakan sebelumnya bahwa pengelolaan pembelajaran dimulai dari perencanaan pembelajaran itu sendiri. Langkah pertama yang harus dilakukan dalam proses pembelajaran adalah menyusun perencanaan pembelajaran. Kemudian melaksanakan pembelajaran yang melibatkan tenaga kependidikan/guru dengan siswa.
Adapun langkah-langkah penyusunan perencanaan pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
a.       Merumuskan tujuan khusus. Rumusan tujuan pembelajaran harus mencakup tiga aspek penting yang di istilahkan oleh Bloom (1956) merupakan domain kognitif, afektif dan domain psikomotorik.
b.      Pengalaman belajar. Langkah kedua dlam merencankan pembelajaran adalah memilih pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran. Belajar bukan hanya sekedar mencatat dan menghafal, akan tetapi proses berpengalaman.
c.       Kegiatan belajar mengajar. Menentukan kegiatan belajar mengajar yang sesuai, pada dasarnya kita dapat merancang melalui pendekatan kelompok atau pendekatan individu.
d.      Orang-orang yang terlibat. Peran guru dalam proses embelajaran adalah sebagai pengelola pembelajaran. Dalam pelaksanaan peran tersebut diantaranya guru berfungsi sebagai penyampai informasi. Agar guru dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik, maka guru harus memiliki kemampuan untuk berbicara serta berkomunikasi, menggunakan berbagai media seperti, OHP, LCD, papan tulis dan lain sebagainya.
e.       Bahan dan alat. Pemilihan bahan dan alat juga merupakan bagian dari system perencanaan pembelajaran.
f.       Fasilitas fisik. Fasilitas fisik merupakan faktor yang akan berpengaruh terhadap keberhasilan proses pembelajaran.
g.      Perencanaan evaluasi dan pengembangan. Prosedur evaluasi merupakan faktor penting dalam sebuah sistem perencanan pembelajaran. Melalui evaluasi kita dapat melihat keberhasilan pengelolaan pembelajaran.

C.    Desain system, metode dan media pembelajaran
1.      Pengertian desai pemebelajaran
Menurut Herbert Simon, desain sebagai proses pemecahan masalah. Tujuan sebuah desain adalah untuk mencari solusi terbaik dalam memecahkan masalah dengan memanfatkan sejumlah informasi yang tersedia. Dalam konteks pembelajaran, desaii intruksional dapat diartikan sebagai proses yang sistematis untuk memcahkan persoalan pembelajaran melalui proses perencanaan bahan-bahan pembelajaran beserta aktivitas yang harus dilakukan, perencanaan sumber-sumber pembelajaran yang dapat di gunakan serta perencanaan evaluasi keberhasilan.

2.      Kriteria desain pembelajaran
Desai intruksional yang baik harus memiliki beberapa criteria diantaranya:
a.       Berorientasi pada siswa. Beberapa hal yang perlu dipahami tentang siswa diantaranya: 1) kemampuan dasar, 2) gaya belajar.
b.      Berpijak pada pendekatan system
c.       Teruji secara empiris

3.      Hubungan perencanaan dan desain pembelajaran
Perencanaan pembelajaran berbeda dengan desai pembelajaran (intruksional design), namun keduanya memiliki hubungan yang sangat erat senbagai program pembelajaran. Perencanaan pembelajaran disusun untuk kebutuhan guru dalam melaksanakan tugas mengajarnya. Dengan demikian, perencanaan merupakan kegiatan menerjemahkan kurikulum sekolah ke dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas.
Perencanaan program pembelajaran dapat berupa perencanaan untuk kegiatan sehari-hari, kegiatan menggunakan, bahkan rancangan untuk kegiatan tahunan sesuai dengan tujuan kurikulum yang hendak dicapai. Dengan demikian isinya bisa terdiri dari tujuan khusus yang spesifik, prosedur kegiatan belajar mengajar, materi pelajaran, waktu yang di perlukan sampai bentuk evaluasi yang digunakan.

4.      Pengembangan media pembelajaran
Pentingnya mengembangkan media pembelajaran dikarenakan teknologi informasi terus berkembang sampai saat ini. Perkembangan teknologi memunculkan istilah ICT (Information Communication Technology) yang dapat di aplikasikan dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran adalah proses komunikasi antara guru dan siswa melalui bahasa verbal sebagai media utama penyampaian materi pelajaran.
Menurut Rossi dan Breidle (1966), media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk tujuan pendidikan, seperti radio, televise, buku, Koran, majalah, dan sebagainya.[14]
Adapun jenis media pembelajaran dapat dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, seperti di bawah ini:
a.       Media berbasis visual. Visualisasi pesan, informasi, atau konsep yang ingin di sampaikan kepada siswa dapat dikembangkan dalam berbagai bentuk, seperti foto, gambar/ilustrasi, sketsa, grafik, bagan, achart, dan gabungan dari dua bentuk atau lebih.
b.      Media berbasis audio-visual. Media audio-visual merupakan bentuk media pembelajaran yang murah dan terjangkau. Parelatan audio-visual seperti tape-recorder, OHP, LCD, slide, dsb.
c.       Media berbasis computer. Penggunaan computer sebagai media pembelajaran dikenal dengan nama Computer assited Intruction (CAI) atau Computer assited Learning (CAL). Computer di gnakan untuk tujuan menyajikan isi pembelajaran. CAI bisa berbentuk tutorial, drills and practice, simulasi dan permainan.
d.      Multimedia berbasis computer  dan inter-active video. Pembelajaran dengan menggunakan lebih dari satu media, bisa berupa kombinasi antara teks grafik, animasi suara, dan video.[15]

D.    Pengembangan evaluasi pembelajaran
Pentingnya pengembangan evaluasi pembelajaran adalah untuk menjelaskan keterkaitan antara tujuan pembelajaran dengan tes, menjelaskan pengertian dan criteria tes hasil belajar, menjelaskan criteria tes dengan evaluasi, mendeskripsikan fungsi evaluasi formatif dan evaluasi sumatif, dan memberikan kritik terhadap ujian nasional sebagai salah satu bentuk evaluasi hasil belajar di Indonesia.

1.      Alat evaluasi pembelajaran
Adapun alat evaluasi pembelajaran diantaranya sebagai berikut:
a.       Tes hasil belajar. Untuk mengukur keberhasilan belajar siswa atau dikenal dengan istilah penilaian acuan patokan (PAP). PAP bisa digunakan bila guru menggunakan tes seperti: tes prasyarat (entry-behavior test), tes awal (pre test), tes akhir (post tes), dan tes pengukur kemajuan (progress test).
b.      Kriteria test. Sebagai alat ukur dalam evaluasi, tes harus memiliki dua criteria, yaitu validitas dan realibilitas.
c.       Jenis-jenis tes. Tes berdasarkan jumlah siswa, ada tes kelompok atau tes individual. Sedangkan dari cara pelaksanaan, tes dapat dibedakan menjadi tes lisan, tes tulisan dan tes perbuatan.[16]

2.      Evaluasi pembelajaran
 Evaluasi adalah proses memberikan pertimbagan nilai dari arti sesuatu yang di pertimbangkan. Ada dua hal yang menjadi karakteristik evaluasi. Pertama, evaluasi merupakan suatu proses. Kedua, evaluasi berhubungan dengan pemberian nilai atau arti.
Adapun fungsi evaluasi adalah sebagai berikut:
1.      Evaluasi merupak alat penting sebagai umpan balik siswa
2.      Evaluasi merupakan alat penting untuk bagaimana ketercapaian siswa dalam menguasai tujuan yang telah di tentukan.
3.      Evaluasi dapat memberikan informasi untuk mengembangkan kurikulum.
4.      Evaluasi berguna untuk pengembang kurikulum.
5.      Evaluasi berfungsi sebgai umpan balik untuk semua pihak yang berkepentingan dengan pendidikan di sekolah.
Daftar pustaka
Abu-Duhou, Ibtisam, school-Based Mangement (Manajemen berbasis sekolah), penerjemah Noryamin Aini, dkk, (Jakarta : Logos wacana Ilmu, 2002)
Arifin, HM, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Akasara, 1991)
Al-Asri Al-Jadid, ingklizikh wal arabiah, (Beirut: Darul Fikr, 1968)
Mannulang, Dasar-dasar management, (Jakarta : Ghalia, 1976)
Siahaan, Amirudin, dkk, Manajemen berbasis sekolah, (Jakarta, Quantum Teaching, cet. I, 2006)
Mulyasa, E. Manajemen berbasi sekolah konsep, strategi, dan implementasi, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, cet 1 2002)
Wina Sanjaya, Perencanaan dan desai system pemebelajaran, (Jakarta: kencana prenada media group, 2008)






[1] Mujami Qomar, Manajemen pendidikan islam, strategi baru pengelolaan pendidikan islam (Jakarta : Erlangga, 2007), hal 3
[2] Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: Rosdakarya, 2002), hal 11
[3] Wojowarsito, purwodarminto, kamus lengkap Indonesia-Inggris, (Jakarta: Hasta, 1974), hal 6
[4] Mannulang, Dasar-dasar Mangement, (Jakarta: Ghalia, 1976), hal 6
[5] Syeb Kurdi dan Abdul Aziz, Model pembelajaran efektif pendidikan Agama Islam di SD dan MI, (Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2006), hal 1
[6] E. Mulyasa, Manajemen berbasis sekolah, konsep, strategi, dan implementasi, (Bandung : PT Remaja Rosda Karya, cet 1 2002), hal 39
[7] Mujamil Qomar, Manjemen pendidikan islam, hal 145
[8] E. Mulyasa, menjadi guru professional menciptakan pembelajaran kreatif dan menyenangkan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), cet VI, hal 38
[9] Ibid, hal 39-40
[10] H. Ramayulis, ILmu pendidikan islam, (Jakarta:kalam mulia, 2008), cet VI, hal 152
[11] Ibid, hal 154-155
[12] Wina Sanjaya, perencanaan dan desai system pembelajaran, 9Jkarta: kencana prenada media group, 2008), cet 1, hal 23-24
[13] Wina sanjaya, perencanaan dan desain, hal 26
[14] Wina Sanjaya, perencanaan dan desai system pembelajaran, hal 204
[15] Azhar Arsyad, media pembelajaran, (Jakarta: Raja Garfindo persada, 2006), hal 105
[16] Wina Sanjaya, perencanaan dan desain, hal 232-234

2 komentar: