MANAJEMEN
PEMBELAJARAN DALAM INSTITUSI PENDIDIKAN ISLAM
A.
PEMDAHULUAN
Pada
akhir-akhir ini, manajemen sebagai salah satu disiplin ilmu popular sehingga
banyak kajian yang memfokuskan pembahasannya pada menejemenihan, baik yang
berupa seminar, pelatihan, kuliah maupun pembukaan program studi. Program studi
mnajemen meliputi manajemen ekonomi, manajemen sumber daya manusia, dan tak
ketinggalan manajemen pendidikan. Dalam perkembangannya, manajemen telah
diimplementasikan dalam berbagai persoalan yang bersifat bathiniyah, seperti
manajemen qalbu.
Menurut
Made Pidarta, manajemen sekolah sangat berbeda dengan manajemen bisnis dan
merupakan bagian dari manajemen Negara. Hal ini jelas berbeda karena perbedaan
objek. Kalau manajemen Negara mengejar kesuksesan program pembangunan, maka
manajemen sekolah mengejar kesuksesan perkembangan anak manusia melalui
pelayanan-pelayanan pendidikan yang memadai.[1]
Kesamaan
manajemen baik dalam dunia bisnis, Negara, maupun pendidikan, manajemen
memiliki peran penting untuk mengantarkan kemajuan organisasi. Menurut Nanang
Fattah, teori manajemen mempunyai peran (role) atau membantu menjelaskan
prilaku organisasi yang berkaitan dengan motivasi, produktivitas, dan kepuasan
(satisfaction).[2]
Dengan demikian, manajemen merupakan faktor dominan dalam kemajuan organisasi.
Oleh karenanya, manajemen mendapat perhatian yang semakin serius baik di
kalangan pakar maupun praktisi.
Hal
itu meliputi fungsi-fungsi manajemen kepala sekolah, manajemen
kurikulum/pembelajaran, dan interaksi warga sekolah, baik interaksi antara
sekolah dan masyarakat, interaksi dalm sekolah dank e;as itu sendiri, dan yang
lebih penting adalah bagaimana agar produk sekolah sesuai dengan kebutuhan
stakeholders.
Implementasi
manajemen pendidikan islam, sampai saat ini masih mengalami kendala yang
berarti. Hal ini terjadi di sebabkan karena belum familiarnya konsep-konsep
manajemen pendidikan pada institusi-institusi pendidikan islam. Tidaklah mudah
menerapkan inovasi manajemen dalam waktu yang singkat, namun fenomena yang terlihat
menunjukkan bahwa keinginan untuk melakukan perubahan di sektor manajemen
persekolahan telah mempengaruhi system penyelenggaraan pendidikan di lingkungan
institusi pendidikan islam.
PEMBAHASAN
A.
Konsep Dasar
Manajemen Pembelajaran
1.
Pengertian Manajemen
pembelajaran
Secara etomologis, kata manajemen (management) berarti,
pimpinan, direksi dan pengurus, yang diambil dari kata kerja “manage” dalam
bahasa perancis berarti tindakan membimbing atau memimpin. Sedangkan dalam
bahasa latin, management berasal dari kata “managiere” terdiri dari dua
kata yaitu manus dan agere. Manus Berarti tangan dan “agere”
berarti melakukan atau melaksanakan.[3]
Menurut George R Terry, manajemen ialah : suatu proses tertentu,
terdiri dari planning, organizing, actuating, controlling dengan
menggunakan dengan menggunakan seni dan ilmu pengetahuan untuk setiap fungsi
itu dan merupakan petunjuk dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan
terlebih dahulu.[4]
Sedangkan pembelajaran secara etimologis berasal dari kata “instruction”
atau disebut juga kegiatan intruktional (instructional activities)
adalah usaha mengelola lingkungan dengan sengaja agar seseorang belajar
berprilaku tertentu dalam kondisi tertentu. Kata “instruction” mempunyai
pengertian yang lebih luas daripada pengajaran (teaching). Jika kata
pengajaran ada dalam konteks guru-murid di kelas formal, ;pembelajaran (instruction)
mencakup pula kegiatan belajar mengajar yang tidak mesti-dihadiri guru secara
fisik. Oleh karena itu dalam instruction yang di tekankan adalah proses
belajar, maka usaha-usaha terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar
agar terjadi proses belajar dalam diri siswa disebut pembelajaran.[5]
Proses pembelajaran mengandung dua aktivitas yaitu belajar dan
mengajar. Belajar sering di definisikan sebagai perubahan dalam perbuatan
melalui aktivitas mengorganisasikan atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya
sehingga menciptakan kesempatan bagi siswa untuk melakukan proses
belajar-mengajar yang efektif.
Manajemen pembelajaran pada hakekatnya mempunyai pengertian yang
hamper sama dengan manajemen pendidikan. Namun, ruang lingkup dan bidang kajian
manajemen pembelajaran merupakan bagian dari manajemen sekolah dan juga
merupakan ruang lingkup bidang kajian manajemen pendidikan.
Namun demikian, manajemen pendidikan mempunyai jangkauan yang lebih
luas daripada manajemen sekolah dan manajemen pembelajaran. Dengan perkataan
lain, manajemen pembelajaran merupakan elemen dari manajemen sekolah sedangkan
manajemen sekolah merupakan bagian dari manajemen pendidikan, atau penerapan
manajemen pendidikan dalam organisasi sekolah sebagai salah satu komponen dari
system pendidikan yang berlaku.
Manajemen pembelajaran dapat didefinisikan sebagai usaha mengelola
(me-menej) lingkungan belajar dengan sengaja agar seseorang belajar
berprilaku tertentu dalam kondisi tertentu. Jadi, menajemen pembelajaran
terbatas pada satu unsure manajemen sekolah saja, sedangkan manajemen
pendidikan meliputi seluruh komponen system pendidikan, bahkan bisa menjangkau
system yang lebih luas dan besar secara regional, nasional, bahkan
internasional.[6]
Jadi proses pembelajaran adalah proses yang di dalamnya terdapat
interaksi antara guru dengan siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung
dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar. Substansi-substansi
pembelajaran terdiri dari guru, murid dan kurikulum yang menjadi acuan dalam
proses pembelajaran tersebut.
Dalam proses manajemen pembelajaran, kita akan melihat bagaimana
manajemen substansi-substansi proses belajar mengajar di suatu institusi
pendidikan islam itu agar berjalan dengan tertib, lancer dan benar-benar
terintegrasi dalam suatu system kerjasama untuk mencapai tujuan secara efektif
dan efisien.
2.
Konsep dasar
manajemen pembelajaran
Konsep dasar manajemen pembelajaran setidaknya ada tiga unsur pokok
yang harus dikelola dalam rangka implementasi manajemen pendidikan pada
institusi pendidikan islam, yaitu : manajemen kesiswaan, manajemen tenaga
kependidikan, dan manajemen kurikulum dan program pengajaran.
a.
Manajemen kesiswaan
Proses pembelajaran pada hakikatnya di arahkan untuk membelajarkan
siswa/mahasiswa/santri telah resmi diterima di lembaga pendidikan islam, ada
beberapa langkah yang perlu di tempuh, yaitu :
1.
Pengelompokan
siswa/mahasiswa/santri secara homogeny atau heterogen
2.
Penentuan
program belajar
3.
Penentuan
strategi pembelajaran
4.
Pembinaan
disiplin dan pertisipasi siswa dalam proses pembelajaran.
5.
Pembinaan
kegiatan ekstrakurikuler, dan
6.
Penentuan
kenaikan kelas dan/nilai prestasi belajar.[7]
Sehubungan
dengan langkah-langkah itu, ada empat prinsip dasar dalam manajemen kesiswaan,
yaitu sebagai berikut :
1.
Siswa harus
diperlakukan sebagai subjek dan bukan sebagai objek.
2.
Kenyataan bahwa
kondisi siswa sangat beragam baik dari segi fisik, intelektual, sosial ekonomi,
minat dan sebagainya.
3.
Siswa hanya
akan termotivasi belajar jika mereka menyukai apa yang di ajarkan.
4.
Pengembangan
potensi siswa tidak hanya menyangkut ranah kognitif, tetapi juga ranah afektif
dan psokomotorik.
Oleh
karena itu, siswa seharusnya di berikan peran yang lebih aktif lagi dalam
berbagai kegiatan sekolah. Mereka hendaknya di libatkan penuh dalam proses
pembelajaran, bukan saja sebagai peserta, tetapi juga penggagas pelaksanaan
kegiatan, sehingga guru dan siswa sama-sama menjadi subjek. Artinya, siswa diharapkan
berperan aktif, berinisiatif dan berkreasi dalam proses pembelajaran di
sekolah.
b.
Manajemen
Tenaga Kependidikan
Guru adalah pendidik yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi
bagi para peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu guru harus memiliki
standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa,
mandiri dan disiplin.
Sejak adanya kehidupan ini, sejak itu pla guru telah melaksanakan
pembelajaran, dan memang hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawabnya
yang pertama dan utama. Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang
untuk mempelajari sesuatu yang belum di ketahuinya, membentuk kompetensi dan
memahami materi standar yang di pelajari.[8]
Perkembangan teknologi mengubah peran guru dari pengajar yang
bertugas menyampaikan materi pembelajaran menjadi fasilitator yang bertugas
memberikan kemudahan belajar. Di samping itu, peserta didik dapat belajar dari
berbagai sumber seperti radio, televise, film pembelajaran, bahkan program
internet atau electronic learning (e-learning). Derasnya arus informasi
serta cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memunculkan
pertanyaan terhadap tugas utama guru yag disebut “mengajar” masih perlukah guru
mengajar di kelas seorang diri, menginformasikan, menjelaskan, dan menerangkan?
Kegiatan peserta didik dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti
motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemamuan verbal,
tingkat kebebasan, rasa aman, dan keterampilan guru dalam komunikasi. Jika
faktor-faktor di atas dengan baik. Sehubungan dengan itu, sebagai orang yang
bertugas menjelaskan sesuatu, guru harus berusaha membuat sesuatu menjadi jelas
bagi peserta didik, dan berusaha lebih terampil dalm memecahkan masalah.
Untuk itu, terdapat beberapa hal yang perlu di lakukan guru dalam
pembelajaran, sebagai berikut :
1.
Membuat
ilustrasi : pada dasarmya ilustrasi
menghubungkan sesuatu yang sedang di pelajari peserta didik dengan sesuatu yang
telah di ketahuinya, dan pada waktu yang sama memberikan tambahan pengalaman
kepada mereka.
2.
Mendefinisikan : meletakkan sesuatu ynag di pelajari secara jelas dan sederhana
dengan menggunakan latihan dan pengalaman serta pengertian yang dimiliki oleh
peserta didik.
3.
Menganalisis : membahas masalah yang telah dipelajari bagaian demi bagian
4.
Mensintesis : mengembalikan bagian-bagian yang telah di bahas ke dalam suatu
konsep yang utuh sehingga memiliki arti, hubungan anatara bagian yang satu
dengan yang lain Nampak jelas dan setiap masalah itu tetap berhbungan dengan
keseluruhan yang lebih besar.
5.
Bertanya : mengajukan pertanyan-pertanyan yang berarti dan tajam agar apa
yang di pelajri menjadi lebih jelas, seperti yang di lakukan Socrates.
6.
Merespon : mreaksi atau menanggapi pertanyaan peserta didik. Pembelajaran
akan lebih efektif jika guru dapat merespon setiap pertanyaan peserta didik.
7.
Mendengarkan : memahami peserta didik dan berusaha menyederhanakan setiap
masalah, serta membuat kesulitan Nampak jelas baik guru maupun peserta didik.
8.
Menciptakan
kepercayaan ; peserta
didik akan emberikan kepercayaan terhadap keberhadsilan guru dalam pembelajaran
dan pembentukan kompetensi dasar.
9.
Memberikan
pandangan yang bervariasi : melihat
bahan yang di pelajari dari berbagai sudut pandang dan melihat masalah dalam
kombinasi yang bervariasi.
10. Menyediakan media untuk mengkaji materi standar : memberikan pengalaman yang bervariasi melalui media pembelajaran
dan sumber belajar yang berhubungan dengan materi standar.
11. Menyesuaikan metode pembelaran :
menyesuaikan metode pembelajaran dengan kemampuan dan tingkat perkembangan
peserta didik serta menghubungkan materi baru denga sesuatu yang telah di
pelajari.
12. Memberikan nada perasaan :
membuat pemebelajaran lebih bermakna dan hidup melalui antusias dan semanagat.[9]
c.
Manajemen
kurikulum
Dalam
proses pembelajaran, komponen manajemen kurikulum sebagai program studi
diartikan sebagai upaya pengelolaan seperangkat mata pelajaran yang harus di
kuasai oleh guru dan mampu di pelajari oleh peserta didik di sekolah atau di
instansi pendidikan lainnya.
Mengingat
bahwa fungsi kurikulum dalam proses pembelajaran adalah sebagai alat untu
mencapai tujuan pendidikan, maka hal ini berarti kurikulum memiliki
bagian-bagaian penting dan penunjang yang dapat mendukung operasinya dengan
baik. Bagian-bagian ini di sebut komponen yang saling berkaitan, berinteraksi
dalam upaya mencapai tujuan.[10]
Menurut
Ramayulis, komponen kurikulum itu meliputi :
1.
Tujuan yang
ingin di capai meliputi : (1). Tujuan akhir (2) tujuan umum (3) tujuan khusus
(4) tujuan sementara.
2.
Isi kurikulum.
Berupa materi yang di program untuk mencapai tujuan pendikan yang telah di
tetapkan. Materi tersebut di susun ke dalam silabus, dan dalam
mengaplikasikannya di cantumkan pula dalam satuan pembelajaran dan rencana
pembelajaran.
3.
Media (sarana
dan prasarana) pembelajaran
4.
Media sebagai
sarana perantara dalam pembelajaran untuk menjabarkan isi kurikulum agar lebih
mudah di pahami oleh peserta didik.
5.
Strategi.
Merujuk pada pendekatan dan metode serta teknik mengajar yang di gunakan. Dalam
strategi termasuk juga komponen penunjang lainnya seperti (1) system
administrasi (2) pelayanan BK (3) remedial (4) pengayaan dsb.
6.
Proses
pembalajaran. Komponen ini sangat penting, sebab diharapkan melalui proses
pembelajaran akan terjadi perubahan tingkah laku pada diri peserta didik
sebagai I dikator keberhasilan pelaksanaan kurikulum. Oleh karena itu dalam
proses pembelajaran di tuntut sarana pembelajaran yang kondusif, sehingga
memungkinkan dan mendorong kratifitas peserta didik dengan bantuan pendidik.
7.
Evaluasi.
Dengan evaluasi (penilaian) dapat di ketahui cara pencapaian tujuan.[11]
B.
Perencanaan dan
pengelolaan pembelajaran
1.
Pengertian
perencanaan pembelajaran
Secara terminologis, perencanaan pembelajaran terdiri atas dua
kata, yaitu kata perencanaan dan pembelajaran. Untuk memahami konsep dasar
perencanaan pembelajaran, amarilah kita perhatikan pengertian di bawah ini.
Pertama, perencanaan
yaitu pengambilan keputusan tentang apa yang harus di lakukan untuk mencapai
tujuan. Dengan demikian, proses suatu perencanaan harus di mulai dari penetapan
tujuan yang akan dicapai melalui analisis kebutuhan serta dokumen yang lengkap,
kemudian menetapkan langkah-langkah yang harus di lakukan untuk mencapai tujuan
tersebut. Menurut Elly (1979), perencanaan itu pada dasarnya adalah suatu
proses dan cara berpikir yang dapat membantu menciptakan hasil yang di
harapkan.
Dari pendapat di atas, maka setiap perencanaan minimal harus
memiliki empat unsure sebagai berikut :
1.
Adanya tujuan
yang harus di capai.
2.
Adanya strategi
untuk mencapai tujuan.
3.
Sumber daya
yang dapat mendukung.
4.
Implementasi
setiap keputuhan.[12]
Agar perencanan
yang di susun itu dapat berfungsi sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran,
maka dalam penyusunan perencanaan harus memperhatikan kriteria sebagai berikut
:
a.
Signifikansi. Signifikansi (kebermaknaan/manfaat) artinya, perencanaan
pembelajaran hendaknya bermakna/bermanfaat agar proses pembelajaran berjalan
efektif dan efisien.
b.
Relevan (sesuai) nilai relevansi dalam
perencanaan adalah bahwa perencanaan yang kita susun memiliki nilai kesesuaian
baik internal maupun eksternal. Kesesuaian itu harus sesuai dengan kurikulum
yang berlaku.
c.
Kepastian. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, mungkin guru merasa banyak
alternatif yang di gunakan. Namun, hendaknya guru menentukan alternative mana
yang sesuai dan dapat di implementasikan.
d.
Adaptabilitas. Perencanaan pembelajaran yang di susun hendaknya bersifat lentur
dan tidak kaku.
e.
Kesederhanan. Perencanaan pembelajaran yang di susun harus bersifat sederhana
artinya mudah di terjemahkan dan mudah di implementasikan.
f.
Prediktif. Perencanaan pembelajaran yang baik harus memiliki daya ramal yang
kuat, artinya perencanaan dapat menggambarkan “apa yang terjadi,
seandainya……”daya ramal ini penting untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan
yang akan terjadi, dengan demikian akan mudah untuk mengantisipasinya.
Kedua, pembelajaran dapat di artikan sebagai proses kerjasama antara
guru dan siswa dalam memnfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik
potensi yang bersumber yang ada dalam diri siswa itu sendiri seperti minat,
bakat dan kemampuan dasar yang dimiliki termasuk mgaya belajar maupun potensi
yang ada di uar siswa seperti lingkungan, sarana dan sumber belajar sebagai
upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu.[13]
2.
Pengelolaan
pembelajaran
Seperti
telah di kemukakan sebelumnya bahwa pengelolaan pembelajaran dimulai dari
perencanaan pembelajaran itu sendiri. Langkah pertama yang harus dilakukan
dalam proses pembelajaran adalah menyusun perencanaan pembelajaran. Kemudian
melaksanakan pembelajaran yang melibatkan tenaga kependidikan/guru dengan
siswa.
Adapun
langkah-langkah penyusunan perencanaan pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
a.
Merumuskan
tujuan khusus. Rumusan tujuan
pembelajaran harus mencakup tiga aspek penting yang di istilahkan oleh Bloom
(1956) merupakan domain kognitif, afektif dan domain psikomotorik.
b.
Pengalaman
belajar. Langkah kedua dlam merencankan
pembelajaran adalah memilih pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa
sesuai dengan tujuan pembelajaran. Belajar bukan hanya sekedar mencatat dan
menghafal, akan tetapi proses berpengalaman.
c.
Kegiatan
belajar mengajar. Menentukan
kegiatan belajar mengajar yang sesuai, pada dasarnya kita dapat merancang
melalui pendekatan kelompok atau pendekatan individu.
d.
Orang-orang
yang terlibat. Peran guru
dalam proses embelajaran adalah sebagai pengelola pembelajaran. Dalam
pelaksanaan peran tersebut diantaranya guru berfungsi sebagai penyampai
informasi. Agar guru dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik, maka
guru harus memiliki kemampuan untuk berbicara serta berkomunikasi, menggunakan
berbagai media seperti, OHP, LCD, papan tulis dan lain sebagainya.
e.
Bahan dan alat. Pemilihan bahan dan alat juga merupakan bagian dari system
perencanaan pembelajaran.
f.
Fasilitas
fisik. Fasilitas fisik merupakan faktor
yang akan berpengaruh terhadap keberhasilan proses pembelajaran.
g.
Perencanaan
evaluasi dan pengembangan. Prosedur
evaluasi merupakan faktor penting dalam sebuah sistem perencanan pembelajaran.
Melalui evaluasi kita dapat melihat keberhasilan pengelolaan pembelajaran.
C.
Desain system,
metode dan media pembelajaran
1.
Pengertian
desai pemebelajaran
Menurut Herbert Simon, desain sebagai proses pemecahan masalah.
Tujuan sebuah desain adalah untuk mencari solusi terbaik dalam memecahkan
masalah dengan memanfatkan sejumlah informasi yang tersedia. Dalam konteks
pembelajaran, desaii intruksional dapat diartikan sebagai proses yang
sistematis untuk memcahkan persoalan pembelajaran melalui proses perencanaan
bahan-bahan pembelajaran beserta aktivitas yang harus dilakukan, perencanaan
sumber-sumber pembelajaran yang dapat di gunakan serta perencanaan evaluasi
keberhasilan.
2.
Kriteria desain
pembelajaran
Desai
intruksional yang baik harus memiliki beberapa criteria diantaranya:
a.
Berorientasi
pada siswa. Beberapa hal yang perlu dipahami tentang siswa diantaranya: 1)
kemampuan dasar, 2) gaya belajar.
b.
Berpijak pada
pendekatan system
c.
Teruji secara
empiris
3.
Hubungan
perencanaan dan desain pembelajaran
Perencanaan pembelajaran berbeda dengan desai pembelajaran
(intruksional design), namun keduanya memiliki hubungan yang sangat erat
senbagai program pembelajaran. Perencanaan pembelajaran disusun untuk kebutuhan
guru dalam melaksanakan tugas mengajarnya. Dengan demikian, perencanaan
merupakan kegiatan menerjemahkan kurikulum sekolah ke dalam kegiatan
pembelajaran di dalam kelas.
Perencanaan program pembelajaran dapat berupa perencanaan untuk
kegiatan sehari-hari, kegiatan menggunakan, bahkan rancangan untuk kegiatan
tahunan sesuai dengan tujuan kurikulum yang hendak dicapai. Dengan demikian
isinya bisa terdiri dari tujuan khusus yang spesifik, prosedur kegiatan belajar
mengajar, materi pelajaran, waktu yang di perlukan sampai bentuk evaluasi yang
digunakan.
4.
Pengembangan
media pembelajaran
Pentingnya
mengembangkan media pembelajaran dikarenakan teknologi informasi terus
berkembang sampai saat ini. Perkembangan teknologi memunculkan istilah ICT (Information
Communication Technology) yang dapat di aplikasikan dalam proses
pembelajaran. Proses pembelajaran adalah proses komunikasi antara guru dan
siswa melalui bahasa verbal sebagai media utama penyampaian materi pelajaran.
Menurut
Rossi dan Breidle (1966), media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang
dapat dipakai untuk tujuan pendidikan, seperti radio, televise, buku, Koran,
majalah, dan sebagainya.[14]
Adapun
jenis media pembelajaran dapat dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman
dan kemajuan teknologi, seperti di bawah ini:
a.
Media berbasis
visual. Visualisasi pesan, informasi, atau
konsep yang ingin di sampaikan kepada siswa dapat dikembangkan dalam berbagai
bentuk, seperti foto, gambar/ilustrasi, sketsa, grafik, bagan, achart, dan
gabungan dari dua bentuk atau lebih.
b.
Media berbasis
audio-visual. Media
audio-visual merupakan bentuk media pembelajaran yang murah dan terjangkau.
Parelatan audio-visual seperti tape-recorder, OHP, LCD, slide, dsb.
c.
Media berbasis
computer. Penggunaan computer sebagai media
pembelajaran dikenal dengan nama Computer assited Intruction (CAI) atau Computer
assited Learning (CAL). Computer di gnakan untuk tujuan menyajikan isi
pembelajaran. CAI bisa berbentuk tutorial, drills and practice, simulasi dan
permainan.
d.
Multimedia
berbasis computer dan inter-active
video. Pembelajaran dengan menggunakan
lebih dari satu media, bisa berupa kombinasi antara teks grafik, animasi suara,
dan video.[15]
D.
Pengembangan
evaluasi pembelajaran
Pentingnya
pengembangan evaluasi pembelajaran adalah untuk menjelaskan keterkaitan antara
tujuan pembelajaran dengan tes, menjelaskan pengertian dan criteria tes hasil
belajar, menjelaskan criteria tes dengan evaluasi, mendeskripsikan fungsi
evaluasi formatif dan evaluasi sumatif, dan memberikan kritik terhadap ujian
nasional sebagai salah satu bentuk evaluasi hasil belajar di Indonesia.
1.
Alat evaluasi
pembelajaran
Adapun alat
evaluasi pembelajaran diantaranya sebagai berikut:
a.
Tes hasil
belajar. Untuk mengukur keberhasilan belajar siswa atau dikenal dengan istilah
penilaian acuan patokan (PAP). PAP bisa digunakan bila guru menggunakan tes
seperti: tes prasyarat (entry-behavior test), tes awal (pre test),
tes akhir (post tes), dan tes pengukur kemajuan (progress test).
b.
Kriteria test.
Sebagai alat ukur dalam evaluasi, tes harus memiliki dua criteria, yaitu
validitas dan realibilitas.
c.
Jenis-jenis
tes. Tes berdasarkan jumlah siswa, ada tes kelompok atau tes individual.
Sedangkan dari cara pelaksanaan, tes dapat dibedakan menjadi tes lisan, tes
tulisan dan tes perbuatan.[16]
2.
Evaluasi
pembelajaran
Evaluasi adalah proses memberikan pertimbagan
nilai dari arti sesuatu yang di pertimbangkan. Ada dua hal yang menjadi
karakteristik evaluasi. Pertama, evaluasi merupakan suatu proses. Kedua,
evaluasi berhubungan dengan pemberian nilai atau arti.
Adapun fungsi
evaluasi adalah sebagai berikut:
1.
Evaluasi
merupak alat penting sebagai umpan balik siswa
2.
Evaluasi
merupakan alat penting untuk bagaimana ketercapaian siswa dalam menguasai tujuan
yang telah di tentukan.
3.
Evaluasi dapat
memberikan informasi untuk mengembangkan kurikulum.
4.
Evaluasi
berguna untuk pengembang kurikulum.
5.
Evaluasi
berfungsi sebgai umpan balik untuk semua pihak yang berkepentingan dengan
pendidikan di sekolah.
Daftar
pustaka
Abu-Duhou, Ibtisam, school-Based Mangement (Manajemen berbasis
sekolah), penerjemah Noryamin Aini, dkk, (Jakarta : Logos wacana Ilmu,
2002)
Arifin, HM, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Akasara,
1991)
Al-Asri Al-Jadid, ingklizikh wal arabiah, (Beirut: Darul
Fikr, 1968)
Mannulang, Dasar-dasar management, (Jakarta : Ghalia, 1976)
Siahaan, Amirudin, dkk, Manajemen berbasis sekolah, (Jakarta,
Quantum Teaching, cet. I, 2006)
Mulyasa, E. Manajemen berbasi sekolah konsep, strategi, dan
implementasi, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, cet 1 2002)
Wina Sanjaya, Perencanaan dan desai system pemebelajaran,
(Jakarta: kencana prenada media group, 2008)
[1]
Mujami Qomar, Manajemen pendidikan islam, strategi baru pengelolaan
pendidikan islam (Jakarta : Erlangga, 2007), hal 3
[2]
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: Rosdakarya,
2002), hal 11
[3]
Wojowarsito, purwodarminto, kamus lengkap Indonesia-Inggris, (Jakarta:
Hasta, 1974), hal 6
[4]
Mannulang, Dasar-dasar Mangement, (Jakarta: Ghalia, 1976), hal 6
[5]
Syeb Kurdi dan Abdul Aziz, Model pembelajaran efektif pendidikan Agama Islam
di SD dan MI, (Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2006), hal 1
[6] E.
Mulyasa, Manajemen berbasis sekolah, konsep, strategi, dan implementasi,
(Bandung : PT Remaja Rosda Karya, cet 1 2002), hal 39
[7]
Mujamil Qomar, Manjemen pendidikan islam, hal 145
[8] E.
Mulyasa, menjadi guru professional menciptakan pembelajaran kreatif dan
menyenangkan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), cet VI, hal 38
[9] Ibid,
hal 39-40
[10]
H. Ramayulis, ILmu pendidikan islam, (Jakarta:kalam mulia, 2008), cet
VI, hal 152
[11]
Ibid, hal 154-155
[12]
Wina Sanjaya, perencanaan dan desai system pembelajaran, 9Jkarta: kencana
prenada media group, 2008), cet 1, hal 23-24
[13]
Wina sanjaya, perencanaan dan desain, hal 26
[14]
Wina Sanjaya, perencanaan dan desai system pembelajaran, hal 204
[15]
Azhar Arsyad, media pembelajaran, (Jakarta: Raja Garfindo persada,
2006), hal 105
[16]
Wina Sanjaya, perencanaan dan desain, hal 232-234
rohman(PPDA) matur nwn kang hanif..... alkhamdullah membantu
BalasHapussering2 mampir ke blog ini man
Hapus