Transformasi Dialektika Segitiga:
Posisi Dan Peran PAI Dalam Kajian Integrasi Agama, Sains, Tekhnologi
Sarno Hanipudin *[1]
Abstract: Science and
technological progress that very fast have serious impact in so many aspect of
life. That impact demands us to determine correct attitude and according to
value insaniyatul-insan (humanitarian) by creating three balance; soul, mind
and physis. The threefold element represents the holistic integrity that
refusing dichotomy. Thus, the real education is that capable to coordinated all
desire, digging all potency, recognizing existing capability and tendency, and
supply it with the skill so that can fase the existing reality and follow to
pursue idealism and targets to reach. This becames special responsibility to Moslem
scientist and professional, especially teacher of Islamic educations. They have
the responsibilities to perform contact and discussion across science
discipline. Keyword: Islamic education, science & technology
progress.
Pendahuluan
Perkembangan Sains dan Teknologi di zaman ini
semakin terasa pesat dan diperlukan manusia. Manusia modern sudah sangat
bergantung kepada produk-produk sains dan teknologi. Sukar untuk dibayangkan
manusia modern hidup tanpa menggunakan produk-produk sains dan teknologi. Keperluan
hidup harian manusia modern mulai dari makan, minum, tidur, tempat tinggal,
tempat bekerja, alat-alat transportasi, sampai alat-alat komunikasi, alat-alat
hiburan, kesehatan dan semua aspek kehidupan manusia tidak terlepas dari pada
menggunakan produk sains dan teknologi.
Perkembangan teknologi pertanian, peternakan,
perikanan serta pemprosesan makanan dan minuman telah memudahkan manusia untuk
memenuhi keperluan makan minum semua manusia di muka bumi ini. Perkembangan
teknologi informasi, dengan adanya telpon, handphone, faksimili, internet dan
lain-lain, telah mempercepat penyampaian informasi yang dahulu memerlukan waktu
hingga berbulan-bulan, sekarang dapat sampai ke tujuan hanya dalam beberapa
detik saja, bahkan pada masa yang (hampir) bersamaan. Melalui TV, satelit dan
lain-lain alat komunikasi canggih, kejadian di satu tempat di permukaan bumi
atau di angkasa dekat permukaan bumi dapat diketahui oleh umat manusia di
seluruh dunia dalam masa yang bersamaan.
Kita mengakui bahwa sains dan teknologi memang
telah mengambil peranan penting dalam pembangunan peradaban material manusia.
Penemuan-penemuan sains dan teknologi telah memberikan bermacam-macam kemudahan
pada manusia. Perjalanan yang dulu perlu ditempuh berbulan-bulan, sekarang
dapat ditempuh hanya beberapa jam saja dengan pesawat terbang, kereta api
cepat, hinggalah penemuan-penemuan lain yang sangat membedakan, memudahkan dan
menyenangkan cara hidup manusia zaman sekarang dibanding zaman dulu.
Islam, agama yang sesuai dengan fitrah
manusia, maka syariatnya bukan saja mendorong manusia untuk mempelajari sains
dan teknologi, kemudian membangun dan membina peradaban, bahkan mengatur
umatnya ke arah itu agar selamat dan menyelamatkan baik di dunia lebih-lebih
lagi di akhirat kelak.[1]
Namun hingga kini, masih saja ada anggapan yang kuat dalam
masyarakat luas yang mengatakan bahwa agama dan ilmu adalah dua entitas yang
tidak dapat dipertemukan. Keduanya mempunyai wilayah masing-masing, terpisah
antara satu dan lainnya, baik dari segi objek formal-material, metode penelitian,
kriteria kebenaran, peran yang dimainkan oleh ilmuwan. Ungkapan lain, ilmu
tidak memperdulikan agama dan agama-pun tidak memperdulikan ilmu. Hal ini
dikarenakan oleh anggapan bahwa sains dan agama memiliki cara yang berbeda baik
dari pendekatan, pengalaman, dan perbedaan-perbedaan ini merupakan sumber
perdebatan. Ilmu-terkait erat dengan pengalaman yang sangat abstrak, misalnya
matematika. Sedangkan agama lebih terkait erat dengan pengalaman biasa
kehidupan. Sebagai interpretasi pengalaman, ilmu bersifat deskriptif dan agama
bersifat preskriptif.
Ada juga yang memandang bahwa sains dan agama berdiri pada
posisinya masing-masing, karena bidang ilmu mengandalkan data yang didukung
secara empiris untuk memastikan apa yang nyata dan apa yang tidak, agama sebaliknya
siap menerima yang gaib dan tidak pasti hanya didasarkan pada variabel berwujud
dari iman dan kepercayaan. Bahwa agama dan sains harus hidup berdampingan
independen satu sama lain, sebab meskipun ada kesamaan dalam misi mereka,
perbedaan mendasar antara keduanya menyajikan sebuah konflik yang akan
beresonansi pada inti masing-masing. Sehingga integrasi antara sains dan agama
hampir tidak layak, sebagai kriteria ilmiah untuk mengidentifikasi asumsi
tersebut menjadi nyata, karena dipastikan ada proses kanibalisasi antara
keduanya, sementara agama sangat penting bagi kesejahteraan individu dan
bertujuan menciptakan harmoni bagi kehidupan.
Persoalan yang muncul sekarang adalah bagaimana melakukan
integrasi antara sains dan agama melalui pendidikan agama Islam, dan integrasi
seperti apa yang dapat dilakukan?
Pembahasan
A. Definisi
Pengertian
Integrasi
Dalam Kamus Pelajar Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, kata
integrasi memiliki pengertian penyatuan hingga menjadi kesatuan yg utuh atau
bulat.[2] Jika
demikian halnya maka bagaiamanakah cara mengintegrasikan pendidikan agama Islam
dengan Sains dan Teknologi? Apakah dengan memadukan antara pendidikan agama
Islam dan pendidikan umum seperti yang terjadi di lingkungan pendidikan Islam
saat ini?
Khudori Sholeh mengatakan bahwa sebenarnya lembaga
pendidikan Islam telah melakukan integrasi tersebut meskipun dalam pengertian
sederhana. Lembaga pendidikan Islam mulai dari Madrasah Ibtidaiyah sampai
Perguruan Tinggi, memang telah memberikan materi-materi ilmu keagamaan seperti
tafsir, hadist, fiqh,
dan seterusnya, dan pada waktu yang sama juga memberikan berbagai disiplin ilmu
modern yang diadopsi dari Barat. Artinya, mereka telah melakukan integrasi
antara ilmu dan agama.
Akan tetapi, integrasi yang dilakukan ini biasanya hanya
dengan sekedar memberikan ilmu agama dan umum secara bersama-sama tanpa
dikaitkan satu sama lain apalagi dilakukan di atas dasar filosofis yang mapan.
Sehingga pemberian bekal ilmu dan agama tersebut tidak memberikan pemahaman
yang utuh dan komprehensif pada peserta didik. Apalagi kenyataannya, ilmu-ilmu
tersebut sering disampaikan oleh guru atau dosen yang kurang mempunyai wawasan
keislaman dan kemoderenan yang memadai.[3]
Dalam tulisan ini yang
diharapkan adalah integrasi antara pendidikan agama Islam dengan Sains dan
Teknologi dalam rangka memberikan pengertian secara utuh kepada peserta didik
tentang materi pelajaran pendidikan agama Islam yang sering disampaikan secara
dogmatis dengan mengesampingkan fakta-fakta ilmu pengetahuan dan teknologi.
Peserta didik saat ini sangat kritis dan tidak begitu saja menerima pelajaran
pendidikan agama Islam. Ketika disampaikan tentang haramnya makanan tertentu
maka mereka tidak serta merta menerima namun mereka mempertanyakan tentang
keharaman makanan tersebut. Dalam kasus seperti inilah peran sains diharapkan
mampu memberikan penjelasan secara menyeluruh. Sehingga antara pendidikan agama
Islam dan sains dapat saling mendukung dalam memberikan pemahaman yang utuh
kepada peserta didik.
Selain itu, dengan perkembangan teknologi informasi yang
demikian pesat juga diharapkan dapat dikembangkannya model-model pembelajaran
dan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi dalam proses kegiatan belajar
mengajar. Hal ini dengan tujuan untuk memudahkan penyampaian informasi tentang
pendidikan agama Islam kepada peserta didik. Tentunya harus didukung dengan
sumber daya manusia dalam hal ini adalah guru pendidikan agama Islam yang
memadai dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pendidikan
Agama Islam
Pengertian pendidikan Islam menurut Hasbullah merupakan
pewarisan dan perkembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedoman ajaran
Islam sebagai yang termaktub dalam Al-Qur’an
dan Sunnah Rasul, yang dimaksudkan adalah dalam rangka terbentuknya kepribadian
utama menurut ukuran-ukuran Islam.[4] Dengan
demikian ciri yang membedakan antara pendidikan Islam dengan yang lain adalah
pada penggunaan ajaran Islam sebagai pedoman dalam proses pewarisan dan
pengembangan budaya umat manusia tersebut.[5]
Sedangkan Haidar Putra Daulay menyatakan bahwa hakikat pendidikan Islam adalah
pembentukan manusia yang dicita-citakan, sehingga dengan demikian pendidikan
Islam adalah proses pembentukan manusia ke arah yang dicita-citakan Islam.[6]
Dari beberapa definisi
di atas, maka dapat diambil pengertian bahwa yang dimaksud Pendidikan Agama
Islam adalah suatu aktivitas atau usaha-usaha tindakan dan bimbingan yang dilakukan
secara sadar dan sengaja serta terencana yang mengarah pada terbentuknya
kepribadian anak didik yang sesuai dengan norma-norma yang ditentukan oleh
ajaran agama.
Pendidikan Agama Islam
juga merupakan upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik
untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak
mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya yaitu kitab
suci Al-Quran dan Al-Hadits, melalui kegiatan bimbingan pengajaran, latihan,
serta penggunaan pengalaman.[7]
Sedangkan tujuan Pendidikan Agama Islam identik dengan
tujuan agama Islam, karena tujuan agama adalah agar manusia memiliki keyakinan
yang kuat dan dapat dijadikan sebagai pedoman hidupnya yaitu untuk menumbuhkan
pola kepribadian yang bulat dan melalui berbagai proses usaha yang dilakukan.
Dengan demikian tujuan Pendidikan Agama Islam adalah suatu harapan yang
diinginkan oleh pendidik Islam itu sendiri.
Zakiah Daradjad dalam Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam
mendefinisikan tujuan Pendidikan Agama Islam sebagai berikut: Tujuan Pendidikan
Agama Islam yaitu membina manusia beragama berarti manusia yang mampu
melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam dengan baik dan sempurna, sehingga
tercermin pada sikap dan tindakan dalam seluruh kehidupannya, dalam rangka
mencapai kebahagiaan dan kejayaan dunia dan akhirat. Yang dapat dibina melalui
pengajaran agama yang intensif dan efektif.[8]
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan
Pendidikan Agama Islam adalah sebagai
usaha untuk mengarahkan dan membimbing manusia dalam hal ini peserta didik agar
mereka mampu menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, serta
meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan mengenai Agama Islam,
sehingga menjadi manusia Muslim, berakhlak mulia dalam kehidupan baik secara
pribadi, bermasyarakat dan berbangsa dan menjadi insan yang beriman hingga mati
dalam keadaan Islam, sebagaimana Firman Allah Swt dalam Al-Qur’an surat Ali
Imran ayat 102.
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qà)®?$# ©!$# ¨,ym ¾ÏmÏ?$s)è? wur ¨ûèòqèÿsC wÎ) NçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡B
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan
dalam keadaan beragama Islam.
Untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam tersebut
menurut Amin Abdullah ada tiga tahapan, yaitu: pertama, adalah mentransfer atau memberikan ilmu agama
sebanyak-banyaknya kepada anak didik. Dalam kegiatan ini, aspek kognisi anak
didik menjadi sangat dominan. Kedua,
selain memenuhi harapan pada tahapan pertama, proses internalisasi nilai agama
diharapkan dapat juga terjadi. Aspek afeksi dalam pendidikan agama, aturannya
terkait erat dengan aspek kognisi. Sebenarnya, dalam bidang pendidikan agama,
aspek yang kedua ini lebih diutamakan daripada yang pertama. Kalau pun tahapan
kedua tersebut sudah diutamakan dan memperoleh porsi yang memadai, masih ada
satu tahapan lagi yang hendak dicapai oleh pendidikan agama Islam, yakni aspek
psikomotorik. Aspek atau tahapan ini lebih menekankan kemampuan anak didik
untuk dapat menumbuhkan motivasi dalam diri sendiri sehingga dapat
menggerakkan, menjalankan dan mentaati nilai-nilai dasar agama yang telah
terinternalisasikan dalam dirinya sendiri lewat tahapan kedua.[9]
Sedangkan ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi
keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah
SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan ketiga hubungan manusia dengan
dirinya sendiri, serta hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya.
Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam juga identik dengan
aspek-aspek Pengajaran Agama Islam karena materi yang terkandung didalamnya
merupakan perpaduan yang saling melengkapi satu dengan yang lainnya.
Apabila dilihat dari segi pembahasannya maka ruang lingkup
Pendidikan Agama Islam yang umum dilaksanakan di sekolah adalah:
a.
Pengajaran keimanan
Pengajaran
keimanan berarti proses belajar mengajar tentang aspek kepercayaan, dalam hal
ini tentunya kepercayaan menurut ajaran Islam, inti dari pengajaran ini adalah
tentang rukun Islam.
b. Pengajaran akhlak
Pengajaran
akhlak adalah bentuk pengajaran yang mengarah pada pembentukan jiwa, cara
bersikap individu pada kehidupannya, pengajaran ini berarti proses belajar
mengajar dalam mencapai tujuan supaya yang diajarkan berakhlak baik.
c.
Pengajaran ibadah
Pengajaran
ibadah adalah pengajaran tentang segala bentuk ibadah dan tata cara
pelaksanaannya, tujuan dari pengajaran ini agar siswa mampu melaksanakan ibadah
dengan baik dan benar. Mengerti segala bentuk ibadah dan memahami arti dan
tujuan pelaksanaan ibadah.
d. Pengajaran fiqih
Pengajaran
fiqih adalah pengajaran yang isinya menyampaikan materi tentang segala
bentuk-bentuk hukum Islam yang bersumber pada Al-Quran, sunnah, dan dalil-dalil
syar’i yang lain. Tujuan pengajaran ini adalah agar siswa mengetahui dan
mengerti tentang hukum-hukum Islam dan melaksanakannya dalam kehidupan
sehari-hari.
e. Pengajaran Al-Quran
Pengajaran
Al-Quran adalah pengajaran yang bertujuan agar siswa dapat membaca Al-Quran dan
mengerti arti kandungan yang terdapat di setiap ayat-ayat Al-Quran. Akan tetapi
dalam prakteknya hanya ayat-ayat tertentu yang di masukkan dalam materi
Pendidikan Agama Islam yang disesuaikan dengan tingkat pendidikannya.
f.
Pengajaran sejarah Islam
Tujuan
pengajaran dari sejarah Islam ini adalah agar siswa dapat mengetahui tentang
pertumbuhan dan perkembangan agama Islam dari awalnya sampai zaman sekarang
sehingga siswa dapat mengenal dan mencintai agama Islam.[10]
Sains
dan Teknologi
Pengertian Sains (science)
menurut Agus S. diambil dari kata latin scientia
yang arti harfiahnya adalah pengetahuan. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa
Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan Stone
menyebutkan bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk
mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan
proses yang tidak dapat dipisahkan. "Real Science is both product and
process, inseparably Joint".[11]
Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh
para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan
tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah,
merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan
akhimya menyimpulkan.
Sedangkan menurut kamus bahasa seperti yang dikutip oleh
Abdurrahman R Effendi dan Gina Puspita sains adalah ilmu
pengetahuan yang teratur (sistematik) yang boleh diuji atau dibuktikan
kebenarannya. Ia juga merupakan cabang ilmu pengetahuan yang berdasarkan
kebenaran atau kenyataan semata-mata, misalnya sains fisika, kimia, biologi,
astronomi, termasuk-lah cabang-cabang yang lebih detil lagi seperti hematologi
(ilmu tentang darah), entomologi, zoologi, botani, cardiologi, metereologi
(ilmu tentang kajian cuaca), geologi, geofisika, exobiologi (ilmu tetang
kehidupan di angkasa luar), hidrologi (ilmu tentang aliran air), aerodinamika
(ilmu tentang aliran udara) dan lain-lain.
Sedangkan teknologi adalah aktivitas atau
kajian yang menggunakan pengetahuan sains untuk tujuan praktis dalam industri,
pertanian, perobatan, perdagangan dan lain-lain. Ia juga dapat didefinisikan
sebagai kaedah atau proses menangani suatu masalah teknis yang berasaskan
kajian saintifik termaju seperti menggunakan peralatan elektronik, proses
kimia, manufaktur, permesinan yang canggih dan lain-lain.[12]
Sains dan teknologi menjadi satu kesatuan yang tidak
terpisahkan karena saling mendukung satu sama lain. Teknologi merupakan bagian
dari sains yang berkembang secara mandiri, menciptakan dunia tersendiri. Akan
tetapi teknologi tidak mungkin berkembang tanpa didasari sains yang kokoh. Maka
sains dan teknologi menjadi satu kesatuan tak terpisahkan.
B. Integrasi Pendidikan Agama Islam dengan Sains
dan Teknologi
Berdasarkan tujuan dan ruang lingkup
pendidikan agama Islam yang telah dijelaskan di atas, diharapkan integrasi
antara pendidikan agama Islam dengan sains dan teknologi dapat meningkatkan
pemahaman dan pemantapan bagi peserta didik.
Islam memandang bahwa agama adalah dasar dan pengatur
kehidupan. Aqidah Islam menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Aqidah
Islam yang terwujud dalam apa-apa yang ada dalam Al-Qur`an dan Al-Hadits
menjadi qaidah fikriyah (landasan pemikiran), yaitu suatu asas yang di atasnya
dibangun seluruh bangunan pemikiran dan ilmu pengetahuan manusia.
Islam memerintahkan manusia untuk membangun segala
pemikirannya berdasarkan aqidah Islam, bukan lepas dari aqidah itu. Ini bisa
kita pahami dari ayat yang pertama kali turun :
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan
Ayat ini berarti manusia telah diperintahkan untuk membaca
guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi segala pemikirannya
itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islam, karena iqra` haruslah dengan bismi
rabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan asas Aqidah
Islam.
Itulah ajaran yang dibawa Rasulullah SAW yang meletakkan
aqidah Islam yang berasas Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah sebagai asas
ilmu pengetahuan. Beliau mengajak memeluk aqidah Islam lebih dulu, lalu setelah
itu menjadikan aqidah tersebut sebagai pondasi dan standar bagi berbagai pengetahun.
Ini dapat ditunjukkan misalnya dari suatu peristiwa ketika di masa Rasulullah
SAW terjadi gerhana matahari, yang bertepatan dengan wafatnya putra beliau
(Ibrahim). Orang-orang berkata.gerhana matahari ini terjadi karena meninggalnya
Ibrahim. Maka Rasulullah SAW segera menjelaskan: Sesungguhnya matahari dan
bulan ini keduanya sebagai bukti kebesaran Allah, tidaklah gerhana ini karena
mati atau hidupnya seseorang, maka bila kalian melihat gerhana segeralah berdoa
dan bertakbir mengagungkan Allah, shalat, dan shadaqah.[13]
Dengan jelas kita tahu bahwa Rasulullah SAW telah meletakkan
aqidah Islam sebagai dasar ilmu pengetahuan, sebab beliau menjelaskan, bahwa
fenomena alam adalah tanda keberadaan dan kekuasaan Allah, tidak ada
hubungannya dengan nasib seseorang, hal ini sesuai dengan aqidah muslim yang
sebenarnya.
Menurut Abuya Syeikh Imam Ashaari Muhammad At
Tamimi seperti yang dikutip oleh Abdurrahman R Effendi dan Gita Puspita
menegaskan bahwa semua aktifitas keseharian kita termasuk mengkaji dan mengembangkan
sains dan teknologi dapat bernilai ibadah bahkan perjuangan di sisi Allah bila
memenuhi 5 syarat ibadah yaitu:
1.
Niat yang betul, yaitu
karena untuk membesarkan Allah. Sabda Rasulullah SAW :“Sesungguhnya amalan-amalan itu tergantung dengan niatnya dan yang
didapat setiap orang itu sesuai dengan apa yang dia niatkan. “Niat orang mukmin
itu adalah lebih baik daripada amalannya.“
2.
Pelaksanaannya
benar-benar di atas landasan syariat atau aturan Allah.
3.
Perkara atau subyek
yang menjadi tumpuan untuk dilaksanakan atau dikaji itu mestilah mendapat
keredhaan Allah. Subyek yang paling utama mestilah suci agar benar-benar
menjadi ibadah kepada Allah.
4.
Natijah (Hasil) mesti
baik karena merupakan pemberian Allah kepada hamba-Nya. Dan setelah itu,
hamba-hamba yang dikaruniakan rahmat itu wajib bersyukur kepada Allah dengan berzakat,
melakukan korban, serta membuat berbagai amal . Jika aktifitas tersebut
menghasilkan ilmu yang dicari maka ilmu itu hendaklah digunakan sesuai dengan
yang diridhai Allah.
5.
Tidak meninggalkan
atau melalaikan ibadah-ibadah asas, seperti belajar ilmu fardhu ‘ain, shalat 5
waktu, puasa, zakat dan sebagainya.[14]
Integrasi yang diharapkan antara pendidikan agama Islam
dengan Sains dan Teknologi bukan dipahami dengan memberikan materi pendidikan
agama Islam yang diselingi dengan dengan materi sains dan teknologi. Akan
tetapi yang dimaksudkan adalah adanya integrasi yang sebenarnya, di mana ketika
kita menjelaskan tentang suatu materi pendidikan agama Islam dapat didukung
oleh fakta sains dan teknologi. Sebab, di dunia yang demikian modern ini,
peserta didik tidak mau hanya sekedar menerima secara dogmatis saja setiap
materi pelajaran agama yang mereka terima. Secara kritis mereka juga
mempertanyakan tentang materi pendidikan agama yang kita sampaikan sesuai
dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari.
Kita ambil contoh, ketika menyampaikan materi tentang Isra’
Mi’raj Nabi Muhammad Saw, memang
tidak salah jika kita hanya menyampaikan bahwa perjalanan yang dilakukan Nabi
tersebut atas kehendak Allah semata tetapi perlu juga disampaikan pembahasan
secara sains dan teknologi modern. Memang benar banyak ayat Al-Qur’an dan Hadis
yang menunjukkan kebenaran perjalanan Nabi tersebut, namun akan lebih mantap
lagi jika dalam penyampaian materi pelajaran tersebut disertakan fakta-fakta
yang berdasarkan sains dan teknlogi.
Menurut Thomas Djamaluddin, Isra’ mi’raj bukanlah kisah
perjalanan antariksa. Aspek astronomis sama sekali tidak ada dalam kajian Isra’
mi’raj. Namun, Isra’ mi’raj mengusik keingintahuan akal manusia untuk mencari
penjelasan ilmu. Aspek aqidah dan ibadah berintegrasi dengan aspek ilmiah dalam
membahas Isra’ mi’raj. Inspirasi saintifik Isra’ Mi’raj mendorong kita untuk
berfikir mengintegrasikan sains dalam aqidah dan ibadah.
Mari kita mendudukkan masalah Isra’ mi’raj sebagai mana
adanya yang diceritakan di dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits shahih. Kemudian
sekilas kita ulas kesalahpahaman yang sering terjadi dalam mengaitkan Isra’
mi’raj dengan kajian astronomi. Hal yang juga penting dalam mengambil hikmah
peringatan Isra’ mi’raj adalah menggali inspirasi saintifik yang
mengintegrasikan sains dalam memperkuat aqidah dan menyempurnakan ibadah.
Di dalam QS. Al-Isra’: 1, Allah menjelaskan tentang Isra’: “Maha Suci Allah,
yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad SAW) pada suatu malam dari
Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar
Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.
Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Dan tentang Mi’raj
Allah menjelaskan dalam QS. An-Najm: 13-18:
“Dan sesungguhnya dia (Nabi Muhammad SAW) telah melihat Jibril itu (dalam
rupanya yang asli) pada waktu yang lain, di Sidratul Muntaha. Di dekat
(Sidratul Muntaha) ada surga tempat tinggal. (Dia melihat Jibril) ketika
Sidratul Muntaha diliputi oleh suatu selubung. Penglihatannya tidak berpaling
dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah
melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.”
Sidratul muntaha secara harfiah berarti ‘tumbuhan sidrah
yang tak terlampaui’, suatu perlambang batas yang tak seorang manusia atau
makhluk lainnya bisa mengetahui lebih jauh lagi. Hanya Allah yang tahu hal-hal
yang lebih jauh dari batas itu. Sedikit sekali penjelasan dalam Al-Qur’an dan
hadits yang menerangkan apa, di mana, dan bagaimana sidratul muntaha itu.
Isra’ mi’raj jelas bukan perjalanan seperti dengan pesawat
terbang antarnegara dari Mekkah ke Palestina dan penerbangan antariksa dari
Masjidil Aqsha ke langit ke tujuh lalu ke Sidratul Muntaha. Isra’ Mi’raj adalah
perjalanan keluar dari dimensi ruang waktu. Tentang caranya, ilmu pengetahuan
dan teknologi tidak dapat menjelaskan secara rinci. Tetapi bahwa Rasulullah Saw melakukan perjalanan keluar ruang waktu, dan bukan dalam
keadaan mimpi, adalah logika yang bisa menjelaskan beberapa kejadian yang
diceritakan dalam hadits shahih. Penjelasan perjalanan keluar dimensi ruang
waktu setidaknya untuk memperkuat keimanan bahwa itu sesuatu yang lazim
ditinjau dari segi sains, tanpa harus mempertentangkannya dan menganggapnya
sebagai suatu kisah yang hanya dapat dipercaya saja dengan iman.
Kita hidup di alam yang dibatasi oleh dimensi ruang-waktu
(tiga dimensi ruang –mudahnya kita sebut panjang, lebar, dan tinggi –, serta
satu dimensi waktu). Sehingga kita selalu memikirkan soal jarak dan waktu.
Dalam kisah Isra’ mi’raj, Rasulullah bersama Jibril dengan wahana “Buraq”
keluar dari dimensi ruang, sehingga dengan sekejap sudah berada di Masjidil
Aqsha. Rasul bukan bermimpi karena dapat menjelaskan secara detail tentang
masjid Aqsha dan tentang kafilah yang masih dalam perjalanan. Rasul juga keluar
dari dimensi waktu sehingga dapat menembus masa lalu dengan menemui beberapa
Nabi. Di langit pertama (langit dunia) sampai langit tujuh berturut-turut
bertemu (1) Nabi Adam, (2) Nabi Isa dan Nabi Yahya, (3) Nabi Yusuf, (4) Nabi
Idris, (5) Nabi Harun, (6) Nabi Musa, dan (7) Nabi Ibrahim. Rasulullah SAW juga
ditunjukkan surga dan neraka, suatu alam yang mungkin berada di masa depan,
mungkin juga sudah ada masa sekarang sampai setelah kiamat nanti.
Sekadar analogi sederhana perjalanan keluar dimensi ruang
waktu adalah seperti kita pergi ke alam lain yang dimensinya lebih besar.
Sekadar ilustrasi, dimensi 1 adalah garis, dimensi 2 adalah bidang, dimensi 3
adalah ruang. Alam dua dimensi (bidang) dengan mudah menggambarkan alam satu
dimensi (garis). Demikian juga alam tiga dimensi (ruang) dengan mudah
menggambarkan alam dua dimensi (bidang). Tetapi dimensi rendah tidak akan
sempurna menggambarkan dimensi yang lebih tinggi. Kotak berdimensi tiga tidak
tampak sempurna bila digambarkan di bidang yang berdimensi dua.
Sekarang bayangkan ada alam berdimensi dua (bidang)
berbentuk U. Makhluk di alam “U” itu bila akan berjalan dari ujung satu ke
ujung lainnya perlu menempuh jarak jauh. Kita yang berada di alam yang
berdimensi lebih tinggi dengan mudah memindahkannya dari satu ujung ke ujung
lainnya dengan mengangkat makhluk itu keluar dari dimensi dua, tanpa perlu
berkeliling menyusuri lengkungan “U”.
Alam malaikat (juga jin) bisa jadi berdimensi lebih tinggi
dari dimensi ruang waktu, sehingga bagi mereka tidak ada lagi masalah jarak dan
waktu. Karena itu mereka bisa melihat kita, tetapi kita tidak bisa melihat
mereka. Ibaratnya dimensi dua tidak dapat menggambarkan dimensi tiga, tetapi
sebaliknya dimensi tiga mudah saja menggambarkan dimensi dua. Bukankah isyarat
di dalam Al-Quran dan Hadits juga menunjukkan hal itu. Malaikat dan jin tidak
diberikan batas waktu umur, sehingga seolah tidak ada kematian bagi mereka.
Mereka pun bisa berada di berbagai tempat karena tak di batas oleh ruang.
Rasulullah bersama Jibril diajak ke dimensi malaikat,
sehingga Rasulullah dapat melihat Jibril dalam bentuk aslinya (baca QS 53:13-18).
Rasul pun dengan mudah pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya, tanpa
terikat ruang dan waktu. Langit dalam konteks Isra’ Mi’raj pun bukanlah langit
fisik berupa planet atau bintang, tetapi suatu dimensi tinggi. Langit memang
bermakna sesuatu di atas kita, dalam arti fisik maupun non-fisik.
Bagaimanapun ilmu manusia tak mungkin bisa menjabarkan
hakikat perjalanan Isra’ mi’raj. Allah hanya memberikan ilmu kepada manusia
sedikit sekali (QS. Al-Isra: 85). Hanya dengan iman kita mempercayai bahwa Isra’
mi’raj benar-benar terjadi dan dilakukan oleh Rasulullah SAW. Rupanya,
begitulah rencana Allah menguji keimanan hamba-hamba-Nya (QS. Al-Isra:60) dan
menyampaikan perintah shalat wajib secara langsung kepada Rasulullah SAW.
Pemahaman dengan pendekatan konsep ekstra dimensi sekadar
pendekatan sains untuk merasionalkan konsep aqidah terkait Isra’ mi’raj, walau
belum tentu tepat. Tetapi upaya pendekatan saintifik sering dipakai sebagai
dalil aqli (akal) untuk memperkuat keyakinan dalam aqidah Islam. Sains
seharusnya tidak kontradiktif dengan aqidah dan aqidah bukan hal yang bersifat
dogmatis semata, tetapi memungkinkan dicerna dengan akal. Mengintegrasikan
sains dalam memahami aqidah dapat menghapuskan dikotomi aqidah dan sains,
karena Islam mengajarkan bahwa kajian sains tentang ayat-ayat kauniyah tak
terpisahkan dari pemaknaan aqidah.[15]
Penjelasan tentang peristiwa Isra’ Mi’raj di atas merupakan
salah satu contoh materi tentang aqidah dan keimanan yang dicoba dijelaskan
dengan pendekatan sains dan tenologi sehingga akan mudah dicerna oleh peserta
didik. Contoh lain yang dapat dikemukakan di sini adalah informasi dari Al-Qur’an
Surat Al-Qomar ayat 1tentang terbelahnya
bulan.
ÏMt/utIø%$# èptã$¡¡9$# ¨,t±S$#ur ãyJs)ø9$# ÇÊÈ
Telah dekat (datangnya) saat itu dan telah terbelah bulan
Ayat ini merupakan salah satu ayat yang dapat meningkatkan
keimanan dan ketakwaan seorang muslim jika dia benar-benar beriman akan
kebenaran Al-Qur’an. Akan tetapi keimanan ini akan lebih sempurna jika ada
penjelasan secara sains terkait terbelahnya bulan tersebut.
Beberapa pendapat mengenai pemahaman terbelahnya bulan
tersebut, antara lain:[16]
1.
Secara Geo-sains memang telah
terbukti bahwa dahulu kala bulan pernah terbelah akibat benturan asteroid. Data
perbatuan bulan menyajikan informasi adanya jalur batuan metamorf yang menembus
bulan. Jalur itu berawal dari permukaan hingga ke inti dan menembus ke
permukaan bulan di sisi yang berseberangan.
2.
DR. Khalifa dari NASA telah
menjelaskan pengertian ayat tersebut, yaitu bahwa tidak seorang pun dapat
menyangkal kebenaran surat Al-Qomar ayat 1 tersebut. Kita dapat merujuk suatu
kenyataan bahwa Neil Amstrong dan Aldrin meninggalkan bulan dengan membawa
batuan bulan sebanyak 21 kg untuk contoh penelitian. Itulah yang dimaksud
dengan pengertian terbelahnya bulan, dan inilah yang membuat sang ilmuwan NASA
itu memeluk agama Islam dan mengganti namanya menjadi Khalifa.
3.
Suatu saat bulan akan terbelah bila
mendekati hari kiamat. Secara sains, hal ini juga dimungkinkan apabila asteroid
membentur bulan sehingga bulan lenyap atau hancur.
Dua contoh di atas kiranya dapat
dijadikan gambaran tentang integrasi pendidikan agama Islam dengan sains dan
teknologi. Bahwa sains dan teknologi sebenarnya dapat dijadikan fakta empiris
penguat kebenaran ajaran agama Islam. Pengajaran yang awalnya lebih banyak
bersifat dogmatis semakin terasa mudah untuk dipahami. Integrasi ini tentunya
dengan harapan untuk lebih meningkatkan pemahaman peserta didik akan materi
pelajaran pendidikan agama Islam dan sekaligus sebagai pengguat keyakinan akan
kebenaran Al-Qur’dan.
C. Peran Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam Perkembangan Sains dan
Teknologi
Peran Pendidikan Islam dalam perkembangan teknologi,
diantaranya adalah sebagai berikut :
1.
Aqidah Islam Sebagai Dasar Sains dan
Teknologi
Inilah
peran pertama pendidikan islam yang dimainkan dalam iptek, yaitu menjadikan
aqidah Islam sebagai basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma
Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah SAW.
2.
Syariah Islam sebagai Standar
Pemanfaatan Sains dan Teknologi
Peran
kedua Islam dalam perkembangan sains dan teknologi, adalah bahwa Syariah Islam
harus dijadikan standar pemanfaatan sains dan teknologi. Ketentuan halal-haram
(hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek,
bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah
dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan sains dan teknologi yang tidak boleh
dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam. Jika dua peran ini
dapat dimainkan oleh umat Islam dengan baik, insyaallah akan ada berbagai
berkah dari Allah kepada umat Islam dan juga seluruh umat manusia.
Sedangkan peran sains dan teknologi menurut
Islam sesuai dengan firman Allah sebagai berikut:
cÎ) Îû È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur É#»n=ÏF÷z$#ur È@ø©9$# Í$pk¨]9$#ur ;M»tUy Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÉÈ tûïÏ%©!$# tbrãä.õt ©!$# $VJ»uÏ% #Yqãèè%ur 4n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ tbrã¤6xÿtGtur Îû È,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $uZ/u $tB |Mø)n=yz #x»yd WxÏÜ»t/ y7oY»ysö6ß $oYÉ)sù z>#xtã Í$¨Z9$#
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi
serta silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda (Kebesaran Allah)
bagi kalangan ulul albab. Yaitu mereka yang hatinya selalu bersama Allah di
waktu berdiri, duduk dan dalam keadaan berbaring dan memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), Ya Tuhan kami,tidaklah Engkau
menciptakan ini semua dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka perliharalah kami
dari azab neraka. (QS Al Imron 190-191)
Dari ayat ini dapat kita lihat, bahwa melalui
pengamatan, kajian dan pengembangan sains dan teknologi, Allah menghendaki
manusia dapat lebih merasakan kebesaran, kehebatan dan keagunganNya. Betapa
hebatnya alam ciptaan Allah, yang kebesaran dan keluasannyapun manusia belum
sepenuhnya mengetahui, maka sudah tentu Maha hebat lagi Allah yang
menciptakannya. Tidak terbayangkan oleh akal fikiran dan perasaan manusia Maha
Hebatnya Allah. Kalaulah alam semesta yang nampak secara lahiriah saja sudah
begitu luas, menurut kajian dengan menggunakan peralatan terkini yang canggih
diameternya 20 milyar tahun cahaya, terasa betapa besar dan agungnya Allah yang
menciptakannya. Ini alam lahiriah yang nampak dan dapat diukur secara lahiriah,
belum lagi alam-alam yang berbagai jenis yang tidak dapat dikaji dan
diobservasi dengan peralatan lahiriah buatan manusia, walau secanggih apapun.
Maka melalui kajian sains dan pengembangan
teknologi, sepatutnya rasa hamba para saintis dan teknolog meningkat. Tetapi
sedikit sekali saintis dan teknolog yang meningkat rasa hambanya, yang semakin
tawadhu, yang semakin cinta dan takut dengan Allah. Bahkan kebanyakannya
semakin mereka menemukan benda-benda dan inovasi-inovasi yang baru, semakin
bangga dan rasa hebat. Bukan bertambah rasa kehambaan, rasa takut dan cintakan
Allah.[17]
D. Upaya Pendidikan
Islam dalam Menghadapi Dampak Negatif Sains dan
Teknologi
Materi pendidikan Islam harus mampu menstimulir fitrah
manusia, baik fitrah ruhani, akal, maupun perasaan sehingga dapat melaksanakan
perannya dengan baik, entah sebagai hamba Allah SWT.. ataupun sebagai khalifah
dimuka bumi.
Menurut Prof. A. Qodry Azizy (2004: 81), tiga komponen yang
dimiliki pendidikan Islam sebagai kunci dalam mengendalikan dan mengembalikan
sains dan teknologi ke posisi semula, yaitu:
1.
Amar ma’ruf
Pendidikan
Islam memperkenalkan konsep pengembangan amar ma’ruf. Tidak hanya kaitannya
dalam pergaulan sosial saja, akan tetapi amar ma’ruf ini dimaknai juga sebagai
pengembangan diri dan iptek secara positif. Jadi apapun yang dihasilkan oleh
umat Islam harus mampu memberikan nilai positif bagi kehidupannya dan habitat
di sekelilingnya. Begitu pun dalam pengembangan iptek, umat Islam harus
mengarahkan penggunaan iptek kepada hal yang benar, yang diridhoi oleh Allah
SWT.
2.
Nahi Munkar
Pendidikan
Islam mengarahkan manusia untuk mampu membedakan dan memilih kebenaran.
Andaikan ada penyalahgunaan iptek, maka pendidikan Islam mengharuskan umat
Islam untuk menghindarinya dan memperbaiki serta mencegah penyalahgunaannya
kembali.
3.
Iman kepada Allah
Poin
ketiga ini menjadi poin utama dasar pendidikan Islam. Karena dengan keimanan
yang kuat, umat Islam akan mampu menghadapi dampak negatif iptek yang hadir.
Iman kepada Allah SWT akan menghadirkan rasa takut untuk bermaksiat
terhadap-Nya, dan rasa malu untuk melakukan kerusakan di bumi. Sebesar apapun
serangan dampak negatif iptek, umat Islam akan mampu membentengi diri melalui
peningkatan keimanan yang terus menerus. Karena pada dasarnya dampak negatif
iptek tidak akan terbendung, hanya diri kitalah yang harus membentengi diri
sebaik mungkin untuk menghadapinya.[18]
E. Problematika
Integrasi Pendidikan Agama Islam (PAI) dengan Sains dan Teknologi
Idealnya integrasi pendidikan agama Islam dengan sains dan
teknologi dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sebagai upaya dalam
memantapkan materi pendidikan agama Islam. Juga sebagai sarana memperjelas
permasalahan yang timbul dalam penyampaian materi pendidikan agama Islam yang
awalnya hanya bersifat dogmatis saja. Juga sebagai peningkatan rasa keimanan akan
kebenaran segala yang disampaikan Al-Qur’an dan Hadis.
Namun kenyataan di lapangan tentu akan berbeda
pelaksanaannya dengan adanya beberapa hambatan atau problematika yang dihadapi
dalam proses integrasi tersebut. Di antara problematika tersebut adalah:
1.
Sumber Daya Manusia
Tidak
dapat dipungkiri bahwa guru pendidikan agama Islam berangkat dari disiplin ilmu
yang hanya membekalinya untuk dapat mengajar pendidikan agama Islam sesuai
dengan bidang keahliannya saja. Sehingga dalam aplikasinya ketika integrasi
dengan sains dan teknologi dilaksanakan akan menimbulkan permasalahan kurangnya
pemahaman dari guru pendidikan agama Islam tersebut tentang sains dan
teknologi.
Hal
ini dapat dicarikan solusi dengan beberapa langkah, di antaranya: dengan
mengikuti pendidikan dan latihan terkait dengan sains dan teknologi, menambah
referensi bacaan tentang sains dan teknologi, dan pembahasan dalam forum
musyawarah guru mata pelajaran. Untuk mewujudkan hal tersebut tentunya
membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit. Dalam hal ini pemerintah telah
memberikan perhatiannya dengan program sertifikasi guru. Dengan adanya program
sertifikasi guru yang diikuti dengan peningkatan kesejahteraan yang berupa
tunjangan profesi bagi guru. Undang-undang guru dan dosen antara lain dimaksudkan
untuk meningkatkan mutu guru sekaligus kesejahteraannya sebagai upaya untuk
meningkatkan mutu pendidikan.[19]
Selain
itu dalam rangka meningkatkan kualitas hasil pendidikan, para pengambil
kebijakan di bidang pendidikan sering memperkenalkan inovasi pendidikan.
Inovasi di bidang pembelajaran misalnya, sering ditatarkan atau di-diklat-kan
kepada para guru.[20]
2.
Laboratorium Pendidikan Agama Islam
Pendidikan
agama sebagaimana pendidikan lainnya juga membutuhkan sarana dan fasilitas.
Bila di sekolah ada laboratorium IPA, Biologi, Bahasa, maka sebetulnya sekolah
juga membutuhkan laboratorium agama di samping masjid. Laboratorium itu
dilengkapi dengan sarana dan fasilitas yang membawa peserta didik untuk lebih
menghayati agama, misalnya video yang bernapaskan keagamaan, music dan nyanyian
keagamaan, syair, puisi keagamaan, alat-alat peraga pendidikan agama, foto-foto
yang bernapaskan keagamaan, dan lain sebagainya yang merangsang emosional
keberagaman peserta didik.
3.
Buku Referensi
Buku
merupakan faktor yang sangat mendukung dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Penambahan referensi buku-buku agama maupun buku-buku tentang sains
dan teknologi akan membantu menyelesaikan problem integrasi pendidikan agama
Islam dengan sains dan teknologi. Pengadaan buku ini sebenarnya menjadi
tanggung jawab pemerintah dan lembaga pendidikan yang ada.
Kesimpulan
Manusia sebagai ciptaan Tuhan dengan kesempurnaan akal
pikirannya, di dalam ajaran Islam, dianjurkan untuk membaca ayat-ayat yang
tersirat lewat fenomena dan keteraturan alam. Dengan kajian-kajiannya yang
kemudian menjadi ilmu pengetahuan dan teraplikasi dalam wujud teknologi,
kehidupan manusia menjadi lebih mudah dan sejahtera. Dengan mengetahui dan
merenungi berbagai keteraturan dan fenomena alam yang ada akan menimbulkan
keimanan, ketakwaan, dan kesadaran rohaniyah dalam diri manusia bahwa betapa
kecilnya makhluk manusia dan betapa besarnya Tuhan sebagai pencipta alam
semesta serta segala isinya.
Selain
memberi panduan hidup kepada manusia agar menjadi manusia yang bertaqwa yang
dapat selamat dan menyelamatkan, Al-Qur’an banyak terkandung
informasi-informasi ilmiah. Walaupun Al-Qur’an bukan merupakan kitab sains dan
teknologi, ia banyak memuat informasi sains dan teknologi, tapi ia hanya
menyatakan bagian-bagian asas yang sangat penting saja dari ilmu-ilmu dan
teknologi yang dimaksud. Al Qur’an juga mendorong umat Islam untuk belajar,
mengkaji dan menganalisa alam ciptaan Allah ini.
Dengan integrasi pendidikan agama Islam dengan sains dan
teknologi diharapkan pembelajaran yang dilaksanakan menjadi lebih bermakna dan
mudah dipahami. Sehingga tujuan pendidikan agama Islam dalam mengarahkan
peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertaqwa,
dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya
yaitu kitab suci Al-Quran dan Al-Hadits, melalui kegiatan bimbingan pengajaran,
latihan, serta penggunaan pengalaman dapat terlaksana.
Endnote
[1] Abdurrahman
R Effendi dan Gina Puspita, Membangun
Sains dan Teknologi Menurut Kehendak Tuhan, (Jakarta: Giliran Timur, 2007),
hlm. 15.
[2] Menuk
Hardaniwati dkk, Kamus Pelajar Sekolah
Lanjutan Pertama, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2003), hlm. 251-252
[3] Khudori
Sholeh, Pokok Pikiran tentang Paradigma
Integrasi Ilmu dan Agama dalam Intelektualisme
Islam: Melacak Akar-akar Integrasi Ilmu dan Agama, (Malang: LKQS UIN
Malang, 2007), hlm. 231.
[4] Ahmad D Marimba, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: PT.
Al-Maarif, 1984), hlm. 23
[5] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia:
Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan (Jakarta: RajaGrafindo, 1999,
cetakan ke-3), hlm. 9.
[6] Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan
Nasional di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 3.
[7] Babam Suryaman, Pengertian,
Dasar, Fungsi, Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam http://www.kosmaext2010.com/pengertian-dasar-fungsi-ruang-lingkup-pendidikan-agama-islam-pai.php
[8] Zakiah Daradjad, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam,
(Jakarta : Bumi Aksara, 1995), hlm. 172
[9] Abdul Munir Mulkhan dkk,
Rekonstruksi Pendidikan dan Tradisi
Pesantren: Religiusutas Iptek (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 56.
[10] Babam Suryaman, Pengertian, Dasar, Fungsi, Ruang Lingkup
Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam
http://www.kosmaext2010.com/pengertian-dasar-fungsi-ruang-lingkup-pendidikan-agama-islam-pai.php
[12] Abdurrahman R Effendi
dan Gina Puspita, Membangun Sains dan
Teknologi Menurut Kehendak Tuhan, (Jakarta: Giliran Timur, 2007), hlm. 2.
[13] Achmad Zaidun, Ringkasan Hadis Shahih Al-Bukhari, (Jakarta:
Pustaka Amani, 2002), hlm. 263
[14] Abdurrahman R Effendi
dan Gita Puspita, Membangun Sains dan
Teknologi Menurut Kehendak Tuhan, hlm. 7.
[15] Thomas Djamaluddin, Isra’ Mi’raj: Inspirasi Mengintegrasikan
Sains dalam Aqidah dan Ibadaha dalam http://www.dakwatuna.com/2011/06/12964/isra-miraj-inspirasi-mengintegrasikan-sains-dalam-aqidah-dan-ibadah
[16] Agus Haryo Sudarmojo, Menyibak Rahasia Sains Bumi dalam Al-Qur’an,
(Bandung: Mizan Pustaka, 2008), hlm. 66-68.
[17] Abdurrahman R Effendi
dan Gita Puspita, Membangun Sains dan
Teknologi Menurut Kehendak Tuhan, hlm. 54-55
[18] Syaifur Al-Muntasyiri, Dampak Perkembangan Iptek dan Pendidikan
Islam, dalam massyaifur.blogspot.com/.../dampak-perkembangan-iptek-dan.html
[19] Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan
Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 99.
[20] Ibid, hlm. 102.
Daftar Pustaka
R
Effendi.
Abdurrahman,dkk.2007. Membangun Sains dan Teknologi Menurut Kehendak Tuhan, Jakarta: Giliran Timur
Agus S. dalam, Ilmu Alam dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_alam
Syaifur, Al-Muntasyiri. Dampak Perkembangan Iptek dan Pendidikan Islam, dalam massyaifur.blogspot.com/.../dampak-perkembangan-iptek-dan.html
Daradjad, Zakiah. 1995. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam,
Jakarta: Bumi Aksara
Hardaniwati, Menuk dkk. 2003. Kamus Pelajar Sekolah Lanjutan Pertama, Jakarta:
Pusat Bahasa
Hasbullah. 1999. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan, Jakarta: RajaGrafindo
Marimba, Ahmad D. 1984. Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PT.
Al-Maarif
Muhaimin. 2011. Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Pers
Munir, Mulkhan Abdul dkk. 1998. Rekonstruksi Pendidikan dan Tradisi Pesantren: Religiusutas Iptek, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Putra, Daulay Haidar. 2004 Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Jakarta: Kencana
Sudarmojo, Agus Haryo. 2008 Menyibak Rahasia Sains Bumi dalam Al-Qur’an, Bandung:
Mizan Pustaka
Suryaman, Babam. Pengertian, Dasar, Fungsi, Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam http://www.kosmaext2010.com/pengertian-dasar-fungsi-ruang-lingkup-pendidikan-agama-islam-pai.php
Thomas, Djamaluddin. Isra’ Mi’raj: Inspirasi Mengintegrasikan Sains dalam Aqidah dan Ibadaha
dalam http://www.dakwatuna.com/2011/06/12964/
isra-miraj-inspirasi-mengintegrasikan-sains-dalam-aqidah-dan-ibadah
Zaidun, Achmad. 2002. Ringkasan Hadis Shahih Al-Bukhari, Jakarta:
Pustaka Amani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar